Tuesday, December 4, 2012

Demam Tempoyak

Di Pontianak nih lagi dilanda banjir, bukan hanya banjir air, tapi juga banjir buah, dari rambutan, langsat, manggis, dan yang paling menggiurkan adalah banjir durian, aku yakin daerah-daerah di luar Kalimantan akan merasa iri dengan keadaan di Pontianak saat ini.
"Mm... menurutku buah durian ini salah satu buah istimewa" Kata Uki, tangannya belepotan, di mulutnya masih ada biji durian.
"Ah biasa aja kali Ki" Kata Zohir.
"Ia bagi kamu sih, yang dari kecil udah guling-gulingan dengan buah durian, biasa aja, kena timpa juga mungkin kebal, tapi bagi pengamat seperti aku, durian ini jelas buah yang sangat istimewa"
"Salah satu keistimewaannya apa coba?" Zohir mendelik.
"Salah satunya buah durian tidak kenal basi, busuk juga masih bisa dimanfaatkan"
"Terus apa lagi?"
"Durian kalau kurang masak satu hari aja, rasanya gak bakalan enak, dibelah aja mungkin gak bisa"
"Terus.."
"Walah kulitnya berduri dan berukuran besar, jarang ada tuh orang mati kena timpa durian, malah kena timpa buah magga konon ada yang pernah mati"
"Terus"
"Durian juga bisa menghangatkan tubuh, bahkan orang yang basah kuyup aja gak bakalan merasa kedinginan kalau habis makan durian"
"Terus"
"Hampir tidak ada durian yang dibelah tidak mengikuti garis pola yang ada pada buahnya, kecuali mentah"
"Terus..."
"Durian juga bisa membuat wajahmu bertambah ganteng Hir"
"Masa sih, aku baru dengar kalau yang ini"
"Coba aja wajahmu gosokkan ke kulit durian, sehari tiga kali, niscaya seminggu kemudian bakal operasi, jadi ganteng dih, kalau gak cacat" Kata Uki ngakak.
"Sialan... 
"Hahahaha.. habisnya, terus-terus, emang aku ini gudang durian"
Brak!!!, terdengar pintu di buka, tiga kepala cewek muncul berbarengan, Susi, Bella dan Ica.
"Tuh Kan, giliran dia makan aja, sembunyi-sembunyi" Kata Susi, nyerobot.
"Eh... kirain kalian tadi gak ada di kos" Kata Zohir.
"Huh.. alesan, bilang aja kalau pelit" Kata Bella, ketiganya jadi ikutan nimbrung, empat buah durian habis hanya dalam kurun waktu beberapa detik.
"Walaah... ada tempoyak, sini biar aku yang masakin" Kata Ica, air liurnya hampir menetes.
"Eh.. jangan, itu titipan punya temen" Kata Uki, padahal tuh plastik sudah diumpetin, masih juga tercium.
"Oh.. jadi kamu lebih mengutamakan temen di luar kos, daripada teman-teman di sini, mana kebersamaan kamu" Kata Susi, Uki tertohok.
"Ia tuh, katanya kita ini udah seperti keluarga, susah senang, manis pahit, eh.. masih saja ada yang diumpetin" Kata Bella.
"Tau tuh si Uki, padahal tadi udah ku ingetin" Kata Zohir.
Sial, batin Uki, padahal sebelumnya Zohir semangat, tuh tempoyak untuk jatah makan malam mereka berdua, cukup untuk dua hari kedepan, itung-itung penghematan, soalnya kalau makan pake tempoyak, gak perlu lagi sayur atau lauk lainnya.
"Ok..Ok... kita masak ntar malam, tapi kalian anak-anak cewek harus menyediakan nasinya"
"Siiip, biar aku masak nasi, malam ini kita makan-makan" Kata Ica
"Tambahin dengan ayam goreng donk" Kata Zohir.
"Ngapa gak sekalian dengan Pizza aja" Kata Uki.
"Ukh.. kalian ini, mana ada sejarah makan tempoyak dicampur pizza, ia kalau kebeli" Kata Susi.
Uki dan Zohir kompak nyengir.
Akhirnya, malam itu mereka pesta makan, walau hanya dengan tempoyak campur cabe hijau, ikan teri, dan sawi seadanya, hampir seluruh penghuni kos kebagian, termasuk ibu kos di undang, kebersamaan itu memang sangat menyenangkan, wajah-wajah penghuni kos malam itu terlihat bahagia, maklumlah Tempoyak itu penambah selera makan, bahkan kata orang bisa menambah semangat hidup, bagi yang gak doyan,  atau alergian, itu suatu kerugian besar, hehe..
"Lho, kalian mau pada kemana?" Kata Ibu kos, melihat satu persatu anak-anak cewek keluar.
"Maaf bu, duluan ya, udah ada yang jemput, biasa jalan-jalan" Kata Ica.
"Kalian juga mau keluar?" Kata Ibu kos memandang Susi dan Bella bergantian, keduanya udah menggandeng tas.
"Ia bu, mau cari bahan untuk tugas di warnet" Kata Bella.
"Tujuh orang anak cewek di kos itu, semuanya pergi, tinggal Uki dan Zohir, menghabiskan sisa makanan.
"Kalian berdua gak kemana-mana kan?"
"Gak bu, tugas udah beres, tinggal tidur" Kata Uki.
"Bagus kalau begitu, sebelum tidur cuci semua piring yang kotor ini" 
"Masa kita Bu' makannyakan sama-sama, besok pagi aja deh biar anak-anak cewek yang ngerjain" Kata Zohir.
"Oh.. gak bisa, pokoknya besok pagi piring harus sudah bersih semua, ibu tidak mau lagi mencium aroma tidak sedap dari piring-piring kotor, apalagi tempoyak baunya kuat, kan kalian juga yang membelinya" 
"tapi makannya kan sama-sama"
"Berhubung hanya kalian yang lagi santai, maka sudah menjadi tugas kalian donk" Kata Ibu kos, mengambil sisa tempoyak, berjalan menuju pintu ke luar. "Awas ya, kalau besok masih ada piring kotor" Tambah Itu kos sebelum melangkah keluar.
Uki dan Zohir bengong, menatap setumpuk piring kotor, sepertinya malam ini mereka harus menjadi ibu rumah tangga, soalnya ancaman Ibu kos lumayan menakutkan...

Saturday, November 24, 2012

Terlantar Empat Hari

Hh.. Ternyata udara kota Jakarta lebih pengap dari yang ku bayangkan, bahkan melebihi Pontianak, kotanya khatulistiwa, mungkin karena gedung-gedung angkuh itu, atau tronton-tronton yang keluar masuk  pelabuhan, aku hanya bisa merenung, apa yang akan terjadi pada kota ini 30 atau 40 tahun yang akan datang, semoga saja tidak keburu tenggelam.
Tiga hari sudah aku terlantar, berawal dari pertemuanku dengan Linda, sapu tangan, ketinggalan kapal, kehabisan duit, pulang lagi ke Majalengka tanah kelahiran, rasanya tidak mungkin, pilihannya hanya bertahan, luntang-lantung di kota Jakarta, meski hanya menyusuri di sekitar pelabuhan Tanjung Priok. saat seperti ini aku jadi merindukan teman-teman di kos Angsa Puri, Susi, Bella, terlebih Zohir.
"Tumben hari ini cewek kamu gak datang" Kata Dede, bocah tiong hoa yang senasib denganku.
"Siapa? Linda, dia hanya temen" Jawabku
"Hahaha,, dari sikapnya, dia naksir banget sama kamu la"
"Hh.. mungkin, tapi sebentar lagikan pisahan"
"Sayang banget tuh, udah cantik, baik lagi, walau tomboy wa"
Aku hanya tersenyum, memang benar.. Linda walau kadang menjengkelkan, dia baik dan cantik, tidak kalah sama Susi, tapi Linda hanyalah teman perjalanan, itu saja kesimpulanku.
"Cafe yu' maen bilyar, siapa tahu heng ini hari"
"Bukan untung malah buntung" Jawabku.
dari kemarin Dede berusaha mengajakku ke Cafe, tapi dengan berbagai alasan aku menolak, aku kadang merasa heran dengannya, uang disakunya tinggal 50 ribu, masih ada satu hari lagi sampai kapal berangkat, tapi dia terlihat tenang-tenang saja.
Tujuanku dengan Dede sama, yaitu Pontianak, bedanya pontianak adalah tempat tinggalku, sedangkan Dede baru pertama kalinya, ini juga karena terpaksa, kemarin dia cerita bahwa perjalanananya sebagai pelarian, dia terlibat perkelahian dan terpaksa membunuh, anak muda memang mudah berbuat nekat.
"Ku dengar di Pontianak banyak orang tiong hoa ya?" 
"Bukan lagi banyak, memang tempatnya"
"Semoga saja di sana bisa lebih aman"
"Urusan aman, tergantung dari kita juga De, terkadang bukan tempat yang tidak mau menerima kita, tapi kita yang tidak mau menyesuaikan diri dengan tempat yang menjadikan tempat itu mengucilkan kita" Kataku, so' bijak.
"Ya,, semoga saja, dengan surat keterangan ini, bisa menyakinkan petugas pelabuhan di Pontianak"
"Percaya deh, kalau udah turun dari kapal kelak, gak bakalan ada lagi pemeriksaan" Kataku, Dede tersenyum.
Dede termasuk orang yang nekat, kepergiannya tanpa membawa KTP, atau identitas lain, hanya selembar surat keterangan Lurah, dan itupun menurutku palsu, entah apa jadinya nanti, terserah, yang penting di perjalanan ini, siapapun bisa menjadi teman.
"Ki, nih ku bawa makanan" Linda datang mengagetkanku, tangannya penuh dengan bungkusan.
"Cewek kamu datang, saatnya aku caula.." Kata Dede menyeringai, menepuk pundakku, kemudian berbalik entah kemana, mungkin ke Cafe lagi.
"Tahu aja kalau aku lagi laper" Kataku.
"Ya tahulah, duit kamukan tinggal satu lembar 100 ribu, pasti belum dipecahin" Suara Linda menusukku.
"Stt, ngomongnya jangan terlalu nyaring, malu tahu" 
"Ops... maaf, yu' makan dulu"
"Memangnya kamu belum makan juga?"
"Belum, sengaja nunggu laper" Jawab Linda.
Aku mulai sibuk membuka bungkusan, makanan mewah ku rasa, hiruk pikuk tempat penampungan membuat ku makan tidak tenang, tapi Linda sepertinya asik-asik saja, masih ada juga anak orang kaya bertingkah seperti Linda, lagi-lagi aku hanya tersenyum.
"Maaf ya, karena aku, kamu jadi terlantar begini" Kata Linda.
"Ia, kalau di hitung, mungkin sudah lebih sepuluh kali kamu ngomong begitu"
"Hehehe... habisnya di tawari tiket pesawat, malah gak mau"
"Bukan gak mau Lin, tapi aku gak yakin itu uang kamu, siapa tahukan itu hasil nyolong punya bokap atau nyokap, bisa kecelakaan tuh pesawat, yang kena bukan aku saja"
"Huh.. gak segitunya juga kali, kamu pikir aku gak punya uang sendiri, memang sih pemberian orang tua juga, tapi udah menjadi hak milik" Kata Linda.
Debu-debu jalanan masih beterbangan tersapu ban motor dan mobil, matahari sudah condong jauh ke barat, tapi suasana pengap masih terasa, telebih di tempat penampungan, Linda mengajakku meninggalkan pelabuhan, awalnya aku ragu, tapi setelah di pikir ulang lagi, kapal berangkat besok subuh, waktu masih terlalu banyak kalau hanya dihabiskan duduk menunggu di tempat penampungan, akhirnya aku setuju dengan Linda, jalan-jalan sore menyusuri Taman tidak jauh dari Terminal bus.
"Aku jadi ingin ikut ke Pontianak" Kata Linda, aku langsung tersedak.
"Ngapain? di sana itu kota panas, kamu pasti gak betah"
"Emangnya di sini gak panas, pengen jalan-jalan aja, sumpeg di rumah terus, temen-temen Pencinta Alam lagi pada sibuk masing-masing"
"Aku tak menyangka kalau tinggal di rumah mewah dan luas itu bisa membosankan juga"
"Nyinggung nih?"
"Hehehe.. dikit, memangnya apa sih yang membuatmu koq jadi seneng jalan-jalan, kamukan cewek, gak cemas apa?"
Linda tertunduk, wajah riangnya tiba-tiba saja redup, sejenak hening, aku menelan liurku sendiri, panas sore hari ini membuat kerongkonganku terasa kering.
"Maaf kalau pertanyaanku membuatmu sedih" Kataku, tak enak juga hanya melihat Linda terdiam.
"Gak koq, aku hanya bingung aja Ki"
"Bingung kenapa?
"Bingung apakah harus ikut dengan kamu, atau tetap dirumah"
"Hahaha....Kalu kamu maksa ikut juga, gak bakalan ku izinin"
"Kenapa? takut merepotin, atau gak suka dengan sikapku?"
"Ye.. bukannya begitu, kasian sama orang tua kamu, pasti cemas mendengar anak kesayangannya pergi ke Kalimantan dengan orang tak di kenal"
"Hh... orang tua pada sibuk sendiri, gak bakalan kehilangan"
"Jangan ngomong begitu Lin, harusnya kamu bersyukur masih bisa satu rumah dengan orang tua, terus kebutuhan juga tercukupi, banyak teman-teman kita yang tidak bisa merasakan itu"
"Itu karena kamu gak tahu aja seperti apa Ayah Ibuku"
"Setiap orang tua sama Lin, menginginkan yang terbaik untuk anaknya.. sekali-kali coba sedikit saja kita mengerti mereka"
"Koq kamu jadi ceramahin aku, bilang aja deh kalau kamu takut di ikutin olehku" Kata Linda suaranya meninggi.
aku menarik nafas, "Bukan nyeramahin, ngingatkan aja.. orang tua itu sangat berarti buat kita, dan kita jauh lebih berarti lagi untuk orang tua, hanya kadang cara menunjukannya yang berbeda"
"Sudah Ah.. aku bosan dengernya, aku pulang..." Kata Linda
aku hanya bisa terdiam, tak sempat berkata lagi, Linda sudah berbalik, berjalan setengah berlari mungkin dia berharap aku mengejarnya, menghentikan langkahnya, dan membawanya kembali ke pelabuhan, belum terlambat untuk membeli tiket untuknya, tapi aku tidak melakukan itu, menyenangkan memang kalau Linda bisa menemaniku di kapal, tapi itu tidak ada artinya dibandingkan bayanganku terhadap tangis kedua orang tua Linda karena kehilangan anaknya, jadi aku membiarkannya pergi, dan aku juga berbalik, melangkah gontal menyusuri jalanan, tas abu-abu dipunggungku terasa semakin berat, padahal isinya cuma beberapa helai baju.
"Mas..bangun Mas..." Pelan dan parau aku mendengar suara, aku ketiduran setelah sholat Isya di mushola.
"Oh.. maaf ketiduran" Kataku, merapikan rambut seadanya.
"Ia dari tadi saya tunggu, gak bangun-bangun, jadi terpaksa saya bangunin, soalnya mau dikunci" Kata pria tua di depanku, sepertinya dia penjaga mushola itu, aneh memang, zaman sekarang tempat beribadah saja harus dikunci, aku gak habis pikir, apakah tidak ada lagi tempat aman di negara ini?
tepat jam sepuluh malam saat aku kembali ke ruang penampungan penumpang di pelabuhan, banyak sekali orang-orang di sana, dan semuanya sudah terlentang dengan beralaskan seadanya, koran, kertas semen, atau tikar plastik, dari bayi sampai kakek-kakek ada di sana.
aku berharap di sana ada Linda, seperti malam-malam sebelumnya, dia datang setelah lewat jam sembilan, membawa makanan, mengajakku ngobrol sampai salah satu dari kami tertidur duluan bersandar di pojokan ruang tunggu, tapi setelah kejadian tadi sore, sepertinya Linda tidak akan datang malam ini.
Dede juga tidak ada di sana, kemanakah gerangan bocah itu, ah.. aku tidak terlalu peduli, mataku benar-benar mengantuk, cukup dengan alas kardus semen yang ku beli lima ribu tadi sore, aku bisa tertidur pulas, berharap mimpi indah datang menjelang.
Rasanya baru beberapa menit saja aku tertidur, mimpipun tidak ada yang singgah sama sekali, saat hiruk-pikuk penumpang mulai gaduh, beberapa petugas pelabuhan datang, meberitahukan bahwa kapal yang menuju ke pontianak sudah diap untuk di tempati, bahkan di tengah subuh buta begini, berebut tempat masih menjadi tradisi, aku hanya bisa menggelengkan kepala, menunggu semua orang meninggalkan tempat penampungan, baru aku beranjak, jadwal kapal jam 4 subuh, ini baru jam 2, masih ada dua jam untuk bersantai, itupun kalau tepat waktu, Aku masih berharap bertemu dengan Linda, sekedar mengucapkan kata perpisahan, atau apalah, tapi sampai pengumuman dari ruang informasi bahwa kapal akan segera berangkat, aku tidak melihat Linda, apkah dia benar-benar membenciku.. ah.. biarkan saja, dia hanya teman yang ku temui di perjalanan.

"Uh.. Ki, susah sekali yo nyari kamu" Suara Dede mengagetkanku, ternyata dia sudah ada di kapal duluan, dia sekarang bersama dua orang temannya sesama tionghoa.
"Kirain gak jadi naik kapal"
"Nih ada titipan dari cewek kamu" Kata Dede, kemudian berbalik, mengajak kedua temannya untuk berkeliling kapal.
Huh... Linda, mengapa hanya kertas aja yang menjadi kata perpisahan kita, batinku. aku langsung membuka lipatan kertas itu, isinya cukup membuat jantungku merasa tertusuk..

"Selamat Tinggal Ki, aku sebenarnya tadi ngikutin kamu, tapi aku tidak sanggup mengucapkan kata perpisahan, jadi aku menuliskan ini..
maafkan aku ya.. sikapku memang menjengkelkan, dan terima kasih untuk semuanya..
Lusa adalah hari pernikahanku, saat bertemu kamu, aku merasa memiliki pilihan, tapi bertindak terlalu egois juga bukan cara memecahkan masalah, jadi aku menerima saran dari kamu, untuk mengerti apa keinginan orang tua, dan aku menerima lamaran dari seorang pengusaha yang pernah menyelamatkan keluarga kami dari Tragedi Bentrokan Tanjung Priok beberapa tahun yang lalu.. Pengusaha itulah yang membuat kami kaya,, itu adalah keinginan orang tuaku, dan aku akan mengerti, demi kamu..

Aku akan merindukanmu..
Linda..

Saat kapal mulai berangkat, perasaanku tercabik.. ku remas lipatan kertas dari Linda, saat itu aku tersadar, aku telah menusuk jantungku sendiri...

Sunday, November 18, 2012

Gara - Gara Sapu Tangan

Dua minggu sudah berlalu, cukup menyenangkan berada di tanah kelahiran, bertemu sepupuan di sana, saudara yang tidak terlalu ku kenal, maklum umurku baru dua tahun saat aku dibawa Transmigrasi ke Pelosok Kalimantan, dan baru dua kali aku menapakkan kaki kembali di tanah kelahiran ini.
Stasiun kereta api Cirebon, orang-orang di sini lebih sering menyebutnya stasiun Kejaksan, alasannya karena stasiun itu terletak di kecamatan Kejaksan. aku sengaja datang siang hari, matahari sudah condong beberapa meter ke arah barat, semoga saja Linda tidak melupakan kata-katanya waktu itu, bertemu di sini, di hari dan jam yang sama, aku jadi tidak sabar ingin menemuinya, padahal dia hanya temen perjalanan yang baru satu kali ku temui.
Satu Jam, dua jam, dan kini hampir tiga jam, belum nongol juga tuh orang, sudah dua kereta ku biarkan berlalu, aku sengaja tidak membeli karcis awal,  dan kini mulai timbul rasa menyesal, kenapa juga harus menunggu janji yang tak jelas, apalagi hanya karena sapu tangan.
ku buka tas, mengambil sapu tangan warna biru milik Linda, nama dan alamat Linda tertera di sana, aku baru menyadarinya waktu nyuci sapu tangan itu beberapa hari yang lalu, aku jadi tersenyum sendiri, kereta berikutnya mulai terdengar, dan aku tidak ingin ketinggalan kereta lagi, tapi saat aku hendak berjalan menuju loket karcis, bocah pedagang asongan menghampiriku.
"Abang Uki ya?"
"Mm.. koq tahu?" Aku mengernyitkan kening.
"Akhirnya, setelah menunggu dari tadi, kemarin ada cewek cantik nitip kertas ini Bang, katanya suruh kasihkan sama cowok yang hari ini duduk paling lama di sini, dia bilang namanya Uki"
Sial pikirku, Linda pasti sudah menyiapkan ini semua, dan aku kena bodohi.. 
Bocah itu memberikan lipatan kertas kecil, putih semu hitam, tanpa hati-hati ku buka lipatan kertas itu, bocah itu masih setia menunggu, sepertinya ingin tahu sesuatu.
isi kertas itu hanya tulisan beberapa kalimat, dan isinya sangat membuatku kesal "Maaf Ki, aku pulang lebih awal dari rencana, temui aku di alamat yang tertera pada Sapu Tangan, Oia kemarin aku nitip sama pedagang asongan, dengan imbalan uang lima puluh ribu, tapi belum ku bayar, sekalian bayarkan ya, aku sudah janji soalnya, anggap nyumbang deh, hehe.. Trims"
Aku hanya bisa melotot memandang isi kertas itu, bocah itu masih menunggu dengan mata berbinar, mungkin sudah kebayang di matanya uang lima puluh ribu.
Terpaksa deh aku merogoh dompet, keuanganku benar-benar menipis, untuk pulang naik pesawat sudah tidak mungkin, pelabuhan adalah satu-satunya tujuan saat ini, setelah mengunjungi alamat Linda tentunya, gak tahu juga rasa penasaran memaksaku untuk menemuinya, mungkin sedikit jitakan dikepalanya bisa mengobati rasa kesal.
Aku berlari begitu kereta mulai berangkat, mendahului orang-orang denga barang bawaan segudang, aku langsung melompat ke gerbong tengah, saat kereta mulai melaju, aku baru tersadar lupa membeli karcis, untung kereta tidak terlalu penuh, masih banyak bangku kosong, hingga aku bebas duduk di kursi yang paling aman, tapi tetap saja tidak tenang, terlebih ketika ada petugas meminta karcis.
"Sebentar Pak, karcis saya ada sama teman di depan" Kataku, pura-pura mencari seseorang di gerbong depan, petugas kembali sibuk mengambil karcis dari penumpang lain.
sulit rasanya mencari tempat persembunyian di dalam kereta, kecuali WC, aku jadi ingat film jadul "Boleh untung terus" yang diperankan Kadir dan Doyok, naik kereta tanpa karcis.
Alhasil perjalanan di kereta hari ini sangat tidak menyenangkan, rasa tidak tenang, tapi akhirnya aman sampai tujuan, dengan beberapa kali menghindari petugas tentunya, kucing-kucingan. Aku jadi bertambah kesal, ini semua gara-gara sapu tangan.
Hiruk pikuk kota Jakarta, hampir magrib saat aku nyampai di stasiun, beberapa tukang ojek menghampiriku, aku hanya tersenyum dan melambai tanda tidak, hari ini aku ingin berjalan, menghilangkan rasa penat dan ketidak tenangan selama di kereta tadi, sekalian mencari alamat rumah Linda, sepertinya tidak terllau jauh dari stasiun gambir.
Aku telah berada di mushola saat adzan magrib berkumandang, beginilah enaknya kalau bepergian tidak membawa banyak barang, singgah dimana aja aman, gak perlu kawatir dengan barang hilang.
bagaimanapun sumpegnya perjalanan, bagiku tetap menyenangkan, ada nilai-nilai tertentu yang bisa ku rekam, dan ku tuliskan kelak di lembar catatanku, ku pajang di blog, atau hanya memenuhi catatan facebook.
Aku melanjutkan perjalanan mencari rumah Linda, bertanya sana-sini, akhirnya sampai juga di depan sebuah rumah mewah, tingkat tiga mungkin, pagarnya tinggi, di atasnya lilitan kawat berduri pencegah maling, rasanya agak segan untuk memencet bel, tapi demi sapu tangan yang harus ku kembalikan, aku nekat juga.
Ibu-ibu setengah baya datang tergopoh, pakaiannya kucel, tapi aku tidak bisa menyimpulkan apapun.
"Nyari siapa Mas"
"Mm.. ini benar rumahnya Linda?"
"Ia benar..Tapi.. Anu..
"Siapa Bi?" Terdengar suara Bapak-bapak bernada garang, aku langsung ciut, si Bibi berbalik, menyuruhku masuk.
"Kamu siapanya Linda?" Kata Bapak itu tanpa basa-basi, aku hanya menelan liur ku sendiri.
"Saya Tem.."
"Mau apa datang kemari?"
"Mm.. saya mau meng.."
"Lindanya tidak ada, dia kabur dari rumah dua minggu yang lalu"
"Tapi.. pak saya.."
"Kamu pasti tahu Linda di mana? katakan di mana atau menyesal!" Bapak itu benar-benar tidak memberi kesempatan untukku bicara secara tuntas, selalu saja di potong.
Aku menarik nafas dalam, mencoba mengumpulkan segenap keberanian..
"Pak, saya datang kesini untuk..."
"Sekarang kamu pergi... Saya bukan orang yang mudah tertipu" Kata Bapak itu langsung berbalik, masuk ke rumah, dan menyuruh si Bibi untuk mengantarkanku ke pintu luar, aku terbengong.
"Maaf Mas, Bapaknya Linda memang seperti itu, tapi sebenarnya hatinya baik, dia hanya sedang bingung" Kata si Bibi.
"Tapi Bi.."
"Ia, bibi ngerti, kamu pasti Uki kan?  Tadi siang Linda pulang, tapi nyuruh bibi untuk merahasiakan kepulangannya, sekarang Linda lagi di tempat temennya, tadi nitip ini, suruh kasihkan sama cowok yang datang kemari, namanya Uki"
Ah.. sial pikirku, aku jadi semakin merasa di bodohi, tapi aku hanya bisa tersenyum di depan si Bibi, sambil menerima lipatan kertas lagi.
isinya semakin membuat ku dongkol, "Ah.. nyampai juga kamu ke rumahku ya, maaf Bapakku lagi kumat garangnya, aku aja sampe gak betah, kamu pasti kena dampaknya, hihihi.. temui aku di Pelabuhan, aku yakin kamu juga pasti mau ke sana kan? Oia, aku tadi udah janji sama Bibi untuk ngasih uang jaga mulut lima puluh ribu, tolong bayarin ya!!! Trims.."
Hanya itu pesannya, dan si Bibi sedang tersenyum menatapku, lagi-lagi aku harus merogoh dompet, cewek satu ini aneh banget, dan anehnya aku jadi semakin tertantang.
Untuk menghemat tenaga, akhirnya aku ngojek menuju pelabuhan Tanjung Priok, dalam hati aku berjanji, kalau di sana hanya menemukan lipatan kertas lagi, aku tidak akan peduli lagi, langsung beli tiket untuk pulang ke Pontianak.
lima belas menit saja, akhirnya aku sampai di depan pelabuhan, penumpang sudah banyak di sana, entah mau pada pergi kemana, berangkat malam bukan lagi menjadi tantangan, aku menyusuri pelabuhan mencari wajah yang mudah-mudahan saja bisa ku ingat, dari hatle sampai tempat penampungan, kantin-kantin juga ku singgahi, aku tetap tidak menemukan Linda, aku benar-benar putus asa.. Jika kalian mulai menganggap aku lelali paling bodoh sedunia, ya benar, ku akui itu.
"Hei.." Seseorang menepuk punggungku dari belakang, suaranya bisa ku kenali, dan mudahan aku tidak keliru.
Benar saja, Linda sedang menyeringai menatapku, pantas saja tidak ku temukan, dia memakai topi, menyembunyikan rambut panjangnya, pakaiannya mirip cowok.
"Aku gak mau lama-lama lagi, nih sapu tangan kamu, aku mau nyari tiket" Kataku, mencoba seketus mungkin.
"Hahaha, ngambek ceritanya nih"
"Aku gak ngambek, cuma buru-buru"
Aku berbalik, berjalan cepat, Linda mengikutiku.
"Maaf deh Ki, kalau kamu kesal, marah juga gak apa-apa, aku hanya mau bilang terima kasih aja, udah melewati tahap-demi tahap untuk bertemu denganku" Kata Linda.
"Aku hanya ingin ngembalikan sapu tangan, bukan bertemu dengamu" Jawabku.
"Kalau hanya ngembalikan sapu tangan, ngapa gak dititipkan aja ke si Bibi di rumah" Kata Linda, aku terdiam, sial aku terjebak sendiri.
Aku masuk ke salah satu loket penjualan tiket Linda masih setia menungguku di luar, wajah terlihat cantik terkena sinar lampu, aku mengamatinya dari balik kaca loket, lagi-lagi aku hanya tersenyum sendiri..
"Maaf Mas, tiket untuk ke Pontianak sudah habis, kapal juga siap berangkat beberapa menit lagi" Kata cewek si penjual tiket.
"untuk besok pagi juga gak apa-apa" Kataku.
"Maaf Mas, ke Pontianak adanya tiga atau empat hari lagi, besok dan lusa tidak ada kapal"
"Masa sih mb'?
"Benar Mas, kapal juga memiliki jadwal" Lututku bergetar lemas, pergi kebandara juga sepertinya percuma, duitku tidak bakalan cukup untuk beli tiket pesawat.
aku menghampiri Linda dengan langkah Gontai.
"Kehabisan tiket ya?" Kata Linda.
"Ia, ini gara-gara kamu" Kataku, Linda malah tertawa.
"Tenang deh, aku akan menemani kamu di sini koq" Kata Linda.
Perasaannku tidak menentu, tiga atau empat malam? rasanya tidak sanggup, kecuali memang memiliki teman perjalanan seperti Linda, aku jadi mempertimbangkan untuk bertahan, karena hanya itulah pilihannya..

Friday, November 9, 2012

Semangat di Hari Pahlawan

"Dari Tahun ke tahun, hari pahlawan ni terasa semakin hampa ya?" 
"Jelas aja Hir, bagaimana gak hampa, pejabatnya pada sibuk ngumpetin hasil korupsi, perang prasangka, lempar batu sembunyi tangan, jadi hari ini paling-paling upacara doang, habis itu sibuk lagi dengan jarahan" Jawab Uki.
"Kalian gak pada ikut upacara?" Kata Susi menyembul di balik pintu, biasa tanpa ngetuk.
"Ngapain panas-panas begini upacara"
"Ya menghargai para pahlawanlah.."
"Banyak cara menghargai para pahlawan selain upacara" Kata Uki.
"Kalau gak mau ya udah, jangan banyak komentar" Kata Susi membanting pintu.
Uki dan Zohir saling tatap, keduanya menggeleng.
Pukul delapan lebih sepuluh menit, mentari kembali perkasa, meski masih miring ke arah Timur.
Sabtu tanggal 10 November, entah apa yang terjadi di enam puluh atau tujuh puluh tahun yang lalu, apakah sama damai seperti sekarang ini? atau teriak perang masih ada di berbagai penjuru tanah air, tapi mungkin kalian sepakat denganku, kalau hidup di jaman dulu sebenarnya tidak terlalu buruk, setidaknya masih memiliki kesempatan untuk mengukir nama di batu nisan sebagai pahlawan, saat ini, mau jadi pahlawan untuk diri kita sendiri aja kadang sulit, semua telah berubah, kemajuan teknologi telah memanjakan sekaligus membuai semangat juang, meski kita sadari bahwa kita kembali di jajah oleh bangsa Asing, tentu dengan cara yang  berbeda, dan yang paling bertanggung jawab atas penjahan saat ini adalah pejabat negara ini sendiri, dengan berdalih tidak memiliki sumber daya manusia, dengan mudahnya menerima uang tips untuk sebuah proyek besar yang dilakukan oleh negara-negara asing, yang jadi korban tetaplah masyarakat, bawah. Ops... koq keterusan kebawa perasaan nih..
Ok, lanjut ke cerita..
Tepat di hari pahlawan ini, banyak mahasiswa menggelar demo, mungkin tujuannya untuk membangkitkan semangat juang, sekaligus menghargai para pahlawan bangsa yang telah gugur mendahului kita.
Tapi Uki dan Zohir malah mojok di warung, menghadapi sisa-sisa goreng pisang, biasanya sih nyari gratisan, tapi sekarang, keduanya bertekad untuk bayar masing-masing, demi semangat juang di hari pahlawan, anehkan?
"Sebaiknya apa ya yang perlu kita lakukan di hari pahlawan ini?" Kata Zohir.
"Banyak Hir, tuh pungutin sampah di jalanan" Jawab Uki.
"Kalau kamu udah melakukannya duluan, baru aku ngikut"
"Kan kamu yang nanya, aku ngasih solusi, dan kamu donk yang lakukan, punya solusi itu mahal" Kata Uki menyuapkan goreng pisang kemulutnya.
"Cuma solusi begitu mah, semua orang juga bisa, gak ada solusi yang lebih menarik gitu"
"Mm... ada Hir, cara termudah adalah dengan berkorban untuk kebaikan, nah sudah siapkan kamu untuk berkorban?"
"Korban apa dulu?"
"Ya banyak, contoh yang kecil, bayarin gorengan yang ku makan tadi, kan demi kebaikan juga" Kata Uki.
"Huh.. itu mah demi kebaikan kamu doang, tapi merugikan diriku"
"Ye.. namanya juga berkorban" Kata Uki.
"Kan kita udah sepakat untuk bayar masing-masing, demi hari pahlawan"
"Memang, tapi kalau kamu mau melakukan yang lebih baik, dan rela berkorban, tentunya harus bayarin donk"
"Ya ampun, kalian ini, dari tadi aku berangkat, sampai sekarang udah pulang, masih duduk di warung" Kata Susi, Bella di sampingnya.
"Namanya juga menghargai pahlawan, kita lagi mengheningkan cipta" Jawab Uki.
"Mengheningkan cipta dari hongkong, coba deh melakukan hal-hal yang berguna" Kata Bella.
"Ini juga berguna Bell, berguna untuk kekenyangan perut, itukan yang paling utama dalam hidup" Jawab Zohir.
"Sekali-kali jangan pentingkan diri sendiri apa, tuh sekeliling kos kita kotor, banyak sampah, bersihin kek" kata Susi.
"hah.. yang sering buang sampah sembarangan siapa coba?
"Siapa lagi kalau bukan kalian, dari sekian banyak sampah, kalau di hitung, puntung rokok kalian yang paling banyak, masih mau menghindar?" Kata Bella melotot.
"Tenang deh Sus, Bel, sebentar lagi bakal bersih tuh kos" Kata Zohir menepuk dada.
"Ya udah, kita kerja bakti aja sama-sama, kasih tahu yang lain" Kata Uki.
"Oia, sekalian kasih tahu Ibu kos, untuk menyiapkan konsumsi" Kata Zohir.
"Ia, tapi kalian cepat pulang, Bi, usir aja dua makhluk ini, menuh-menuhkan tempat aja" Terik Susi. S Bibi warung tersenyum ngangguk, tangannya mengibas-ngibas ke arah Uki dan Zohir.
"Hari ini gratis bi ya?" Kata Uki main mata.
"Gak ada gratis-gratisan"
"Ya.. Bibi, inikan hari pahlawan, sekali-kali kek berkorban"
Si Bibi kekeuh gak ngasih gratisan, mungkin karena utang-utang yang lama juga belum di bayar, akhirnya Uki dan Zohir kembali ke kos, memperhatikan sekeliling halaman, memang banyak sekali puntung rokok di sana.
"Kerja bakti-kebarja Bakti!!" Uki berteriak, menggedor setiap pintu,
sepuluh kamar di huni oleh lima belas  orang cewek, satu kamar di huni oleh Uki dan Zohir, kebayangkan betapa merepotkannya menjadi suku minoritas, tapi Uki dan Zohir menikmatinya, bahkan sangat menikmati.. :)
Susi dan Bella sudah di luar, Ibu kos datang tergopong, ikut semangat juga melihat anak-anak kosnya punya inisiatif kerja bakti.
"Apaan sih Ki, ngantuk tahu" Kata Ika, nongol di balik pintu kamarnya, pakaiannya minim.
"Jam segini masih molor, malu tahu, ini kan hari pahlawan" 
"Emang gue pikirin, lagian kita di sinikan bayar Ki, ngapain repot-repot"
"Bayar sih bayar, tapi urusan kebersihan, tanggung jawab kita donk, gak mau tahu, cepetan keluar, semuanya" Uki berlaga tegas
Dengan sangat terpaksa, Ika keluar kamar, di susul dengan Fitri, temen satu kamarnya.
Hari sabtu, kuliah pada libur, jadi anak-anak kos itu pada meringkuk semua di kamar, kecuali Susi dan Bella, ikut upacara, maklum aktif di pramuka.
Kerja baktipun dimulai, Uki dan Zohir bagian menebas dengan arit tumpul seadanya, anak-anak cewek mungutin sampah, yang bergerak cuma tangan kirinya doang, itupun sambil bergidik, padahal berasal dari daerah semua, setahun dua tahun berada di kota, berubah semua, hanya Susi dan Bella yang tidak terlalu berubah.
"Ki, paritnya sumbat nih" Kata Susi.
"Giliranmu Hir, terjun ke parit" Kata Uki.
"Enak aja, kamu aja sono"
"Susikan nyuruh kamu"
"Huh.. kalian berdua ini, cuma turun ke parit dangkal, masih saja saling andalkan, percuma jadi laki-laki" Kata Susi, mengambil kayu agak panjang, bersiap turun ke parit"
"Eh.. Sus, jangan nodai kulit mulus kamu dengan air parit, biar aku aja" Kata Zohir, merebut kayu di tangan Susi, langsung loncat masuk keparit, semangatnya kambuh, Uki ngikik.
"Eh.. malah di ketawain, bantuin donk" Kata Zohir.
Mau tidak mau Uki ikutan membantu Zohir, tapi tidak turun ke parit, aroma dan warna air parit itu cukup membuat Uki alergi.
"Kamu yang bersihin, larikan ke sisi sampahnya, biar aku yang ngangkat" Kata Uki.
anak-anak cewek sudah pada istrirahat, kini hanya menonton Uki dan Zohir mengais-ngais sampah di parit, Susi senyam-senyum sendiri memperhatikan Uki dan Zohir, Zohir tambah semangat, hingga tidak sadar tubuhnya makin kelelep, tadi cuma sampai pinggul, kini sampai dada, dan yang paling sialnya, ada benda kuning mengapung di sisi Zohir, Uki bergidik, pura-pura tidak melihat.
"Satu lagi Hir, sebelah kamu" Kata Uki menahan tawa.
Zohir tanpa pikir panjang meraih benda itu..
"Busyet apaan?" Kata Zohir reflek tangannya mengibas,  benda lembek kuning di tangannya berhamburan kesegala Arah..
"Pueh.. pueh..pueh.., Wueeeek... kata cewek-cewek serempak, Zohir langsung keluar dari parit, berlari menuju air ledeng, Aroma tidak sedap mengusik udara di sekeliling kos itu.
Uki malah ngakak, terlambat sadar, kalau bajunya terkena cipratan benda kuning yang dikibaskan oleh tangan Zohir.

_Ygi_

Thursday, November 8, 2012

Kos Angsa Puri

Kalau kalian jalan-jalan ke kota Pontianak, menelurusi Komplek Universitas Tanjungpura atau lebih sering disebut UNTAN, terus mampir deh ke Sepakat, di sana banyak sekali kos-kosan, bahkan asrama juga ada, cari Gang yang berada di tengah, nah di tengah gang itu berdiri Kos-kosan dengan Warna setengah Pink dan setengah Putih, terus di depannya ada tulisan yang cukup besar "KOS PUTRI ANGSA PURI" tapi jangan salah, walau statusnya Kos Putri, ada dua makhluk berjenis kelamin cowok, dan kedua makhluk itu jadi cowok terkeren di kos itu, tapi kalau keluar kos, hilang deh kerennya.. :-D
siapakah kedua makhluk itu? MM...m.. Siapa lagi kalau bukan Uki dan Zohir.. :-)

Hari itu Kos Angsa Puri sedang mengalami tahap renovasi, walau cuma ganti Cat luar, "nyicil" kata Ibu kos waktu itu. Tadinya Ibu kos mau nyari tukang khusus, spesialis bidang pengecatan, tapi begitu diskusi dengan Uki dan Zohir, dengan sigap Uki Angkat Tangan..
"Biar saya dan Zohir aja bu yang mengerjakannya"
"Yakin, ini bukan pekerjaan mudah lo" Kata Ibu Kos..
"Tenang deh Bu, ibu tinggal belikan cat, kami kerjakan dijamin beres, rapi, gak kalah saing dengan tukang" Kata Zohir.
"Asal bayarannya memadai, kami siap mengerjakannya mulai hari ini" Kata Uki berlaga detektif.
"Ibu sih setuju aja, asal tidak mengganggu perkuliahan kalian, dan mungkin bisa lebih menghemat" 
"Kami bersedia gak dibayar, asalkan kos nya gratis satu tahun" Kata Zohir.
"Satu tahun sih, ibu yang tekor, bagaimana kalau dua bulan gratis" 
"Empat bulan deh bu" 
"Tiga bulan aja" 
"Ok deh, tiga bulan + sarapan pagi selama satu bulan" Kata Uki.
Ibu kos mendelikkan mata, mikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk setuju.
Setelah hati itu, Uki dan Zohir jadi mulai sibuk, demi mengecat, mereka berdua rela tidak masuk kuliah, namanya juga borongan, makin cepat selesai, makin bagus.
Yang mereka keluhkan adalah warna cat yang dibeli ibu kos, masih sama Putih dengan Pink..
"Bagaimana ini Ki? masa mau warna ini lagi" Kata Zohir.
"Eh.. susah-susah, biar beda warna, kita aduk aja ini cat" Jawab Uki, Zohir mengacungkan Jempol.
Akhirnya tanpa sepengetahuan Ibu Kos, itu cat di campur, kebayang gak warna apa saat putih di campur Pink, kalau merah campur putih, hasilnya jelas warna pink, nah kalu ini.. menghasilkan warna yang tidak jelas.
"Wah.. ada bakat juga nih jadi tukang cat" Kata Bella, saat pulang kuliah.
"Sekalian rumahku juga donk" Kata Susi.
"Tenang Sus, biar rumah kamu sebesar apapun, aku rela mengecatnya, asalkan mau jadi istriku" Kata Zohir.
"Weeeek" Jawab Susi.
Uki ngikik, memperhatikan wajah cantik Susi, 
"Dapet borongan berapa nih Ki, bolehlah makan-makan" Kata Bella.
"Eh.. ike juga ikutan donk" Kata Ika, langkah gemulainya memprihatinkan.
"Boleh, pesan aja kewarung, ntar bayarnya" Kata Uki.
"Bener ya, mau pesan nih" Kata Bella.
"Ia, bener, sekalian aku pesankan juga ya"
Bella membuang tasnya di dekat garasi, hanya mengganti sepatu dengan sendal, kemudian ngajak Susi ikutan ke warung, keliatan banget kalau dia belum makan.
"Istirahat dulu yu' Hir, sambil nunggu makanan"
"Huh.. harusnya kita makan gratis, eh.. malah hanya pagi doank" Kata Zohir, menaruh ember catnya, tangannya blepotan.
"Gak nyangka juga, dapat sarapan pagi selama sebulan, ternyata dihitung dari mulai kerja, tapi tenang Hir, aku masih bisa makan gratis" Kata Uki.
Beberapa menit kemudian, Susi dan Bella datang dengan Bibi warung depannya sekalian, membawa lima piring nasi, lengkap dengan lauk pauknya.
"Makan-makan, Tuh Bi, bos kita yang mau bayarkan" Kata Bella, menunjuk Uki.
"Lho, tadi yang bilang mau bayarin siapa ya?" Kata Uki.
"Kan kamu yang bilang, nyuruh pesan" Kata Bella, nadanya mulai curiga.
"Aku bilangkan cuma pesan aja kewarung, ntar bayarnya, nah berhubung kalian bertiga yang pesan, kalian juga donk yang bayar" Kata Uki.
"Eh..eh.. mana bisa gitu ya, jangan berkelit deh" Kata Ika.
"jadi yang mau bayarin siapa nih? cape nunggu tahu" Kata Si Bibi.
"Ya udah deh, aku yang bayarin aja" Kata Susi.
"Eh.. jangan Sus, biar aku aja" Kata Zohir mengeluarkan dompetnya, secepat kilat memberikannya ke si bibi.
"Piringnya jangan lupa balikan secepatnya" Kata Si bibi, langsung berbalik.
"Awas kamu Ki!" Kata Bella,
"Makan tuh sekalian dengan piringnya" Kata Ika.
"Kalau minta traktir, bilang dari awal don, Nih Hir, ku ganti" Kata Susi, Ika dan Bella sudah masuk ke dalam,
"Gak usah Sus, aku masih ada koq" Jawab Zohir.
"Sini Sus, zohir gak mau " Kata Uki.
"Ye.. kamu tuh gak tahu malu" Kata Susi.
"Kan kemaluan udah ditutup, lagian laper tahu kalau mikirin harga diri mulu" Kata Uki cuek bebek.
"Oia, sebenarnya borongan kalian ini berapa sih?" 
"Kita gak nuntut uang koq, cuma gratis tinggal 3 bulan, itupun udah cukup" Kata Uki, Susi mengernyitkan kening, kemudian tersenyum sendiri.
"Ok deh, aku masuk dulu ya, ntar malam, kamu ada acara gak Ki?"
Uki melirik Zohir, yang dilirik pura-pura asik makan.
"Aku ntar aku mau ngerjakan tugas, memangnya kenapa?"
"Gak apa-apa sih, cuma mau ngajak jalan aja, refresing, mungkin lain kali aja" Kata Susi.
"Aku gak ada acara apa-apa koq Sus" Kata Zohir, mulutnya masih penuh.
"Ok, nanti kalau jadi aku kasih tahu" Jawab Susi, beberapa detik kemudian, sosoknya hilang di balik pintu.
Uki dan Zohir saling tatap, tapi keduanya memilih diam, tidak ada gunanya membahas hal yang tidak penting,  akhirnya mereka kembali menenggelamkan diri dengan pekerjaan ngecatnya.
dari pagi sampai sore, pengecatan bagian bawah hampir selesai, anehkan, kalau yang profesional ngecat bagian atas dulu, kalau ini sebaliknya, cari yang terjangkau dulu, urusan yang sulit belakangan.
"Lho..lho..lho.. koq warnanya jadi begeni, maca cat yang saya beli?" Kata Ibu Kos, nafasnya turun naik.
"Biar lebih fres Bu, jadi catnya kami aduk, masa dari tahun ketahun warnanya putih dengan ping mulu" Kata Uki.
"Tidak bisa ini, jelek tahu, catnya belum kalian campur semua kan?
"Tiga kaleng sudah dicampur, satu kaleng belum" Jawab Uki.
"Pokoknya Ibu tidak mau tahu, kalian harus mengecat Ulang, dan warnanya gak boleh berubah, tepat pink dan putih, kalian tidak boleh seenaknya aja mengubah kenangan masa lalu Ibu" Kata Ibu kos itu dengan mata melotot, wajahnya memerah.
Uki dan Zohir menarik nafas, bukan karena merasa bersalah, tapi karena pekerjaan hari ini bisa dibilang sia-sia..

Wednesday, October 31, 2012

Gara-gara Rubik

Ada yang belum tahu apa itu rubik?
Itu lho, kubus dengan pola warna warni, yang biasa dimainkan untuk mengasah otak, atau kadang kala malah memusingkan, kalau gak tahu rumusnya, mustahil deh bisa memainkannya.
gak perlu panjang lebar tentang rubiknya, karena aku yakin kalian pasti sudah pada tahu apa itu rubik, jenis, dan macam-macamnya, atau bahkan mungkin ada yang udah jago. :D
Aku hanya ingin menceritakan perangai si Uki, yang lagi tergila-gila sama Rubik, padahal seminggu yang lalu masih ngutak-ngatik catur dengan tiga langkah matinya, alhasil, Zohir sobatnya yang jadi bahan percobaan sebagai lawan. :-)
"Busyet, belum berhasil juga Ki?"
"Belum nih, tinggal layer terakhir" Jawab Uki tanpa mengalihkan tatapan pada Rubuk di tangannya.
"Ugh.. itu aja gak bisa"
"Memangnya kamu bisa, nih coba selesaikan" Kata Uki melemparkan Rubik di tangannya.
"Kecil maenan yang kaya beginimah"
"Songong kamu Hir, ku kasih 100 ribu kalau bisa" Jawab Uki.
Zohir terlihat semangat begitu mendengar seratus ribu, tangannya dengan lihal membolak balikkan kubus, tapi bukannya sewarna yang di dapat, malah tambah acak-acakkan.
"Itu menyusun atau merusak Hir"
"Aneh, yang sebelah sini beres, yang ini koq malah ancur ya?" Jawab Zohir.
"Makanya dinamakan rubik, teka teki untuk mikir.
"Ki.. cari sarapan yu'" Kata Bella, menyembul di balik pintu.
"Males ah, gak laper"
"Ugh.. anter aku donk, males pergi sendirian, Susi belum pulang"
 "Eh.. hari gini masih mainan rubik, telaaaaat taw" Tambah bela, begitu melihat zohir lagi asik bolak-balikkan warna dinding rubik.
"Kamu udah bisa memang?" Tanya Uki.
"Dulu sih bisa, gak tahu sekarang"
"Itu dia, lebih baik telat, tapi meresap, daripada cepet, duluan, tapi kaya anjing lewat, serepet, tanpa berkesan" 
"Kalau anjing lewat, menggigit kali" Jawab Bella Cemberut.
"Cari sarapan, ku temanin bagaimana" Kata Zohir, menghempaskan Rubik, putus asa sudah.
"Gak usah, aku pergi sendirian aja" Kata Bella membanting pintu. Uki menaikkan kedua alis matanya.
Kos Putri Angsa Puri, bercatkan putih kolaborasi warna pink, di huni oleh  cewek-cewek cantik, tapi super manja, kecuali dua makhluk yang datang tak di undang, Uki dan Zohir, satu kamar dipakai berdua, setahun lebih mereka bertahan, alasannya karena gak ada kos putra yang kosong di wilayah itu, setelah memohon dengan sangat kepada Ibu kos, kini kedua makluk itu jadi penghuni senior, penjaga, sekaligus cowok terganteng di kos itu, walau terkadang teraniaya, harus siap mengerjakan pekerjaan berat, dan rela di suruh itu dan ini oleh anak-anak cewek.
"Ya.. koq jadi ancur lagi warnanya Hir? kaya wajah kamu aja" Kata Uki.
"Habisnya puter sana puter sini, pada lari terus tuh"
"Makanya Hir, kalau belum nyoba, jangan dulu so'-so' an, kalau gak tahu rumusnya, sampai botak juga gak bakalan bisa" Kata Uki. "Padahal aku udah nyiapin uang seratus ribu nih" Tambahnya.
"Alah.. sebenarnya itu kecil, hanya perlu waktu aja untuk merenunginya"
"Ya udah, tuh kamu renungun.. jangan nanya rumusnya" Kata Uki.
"Gak mau ah, buat apa ngurusin hal-hal yang memusingkan"
"Itu tandanya males mikir" 
"Bukan begitu Ki, saat ini pikiranku masih tertuju pada Susi, sekarang lagi jalan sama siapa ya?"
"Susi lagi, udahlah Hir, relakan saja, biarkan dia memilih yang dia sukai, walau mungkin sahabatmu sendiri yang akan terpilih" Kata Uki menepuk dada.
"Aku gak keberatan sih, kalau kamu juga naksir Susi, tapi kalau kalian sampai jadian, aku gak bakalan kuat tinggal di sini lagi" Kata Zohir memelas.
"Ya Ileh.. Hir, jangan memelas gitu donk, pertemanan lebih baik daripada cewek" Kata Uki.
"Bener ya.."
"Ya bener lah, kecuali kepepet, hehe" Kata Uki.
"Ki, Hir.. nih, sisa gorengan" Susi muncul mengagetkan Uki, semoga saja dia gak dengar, pikirnya.
"Sekali-kali jangan sisa donk yang diberikan ke kita" Kata Uki.
"Gak mau? ya udah.."
"Eh.. siapa bilang gak mau, cuma kurang banyak aja" Kata Uki lagi.
"Terima kasih ya Sus, kamu memang bidadari yang baik hati" Kata Zohir, Susi menjulurkan lidah, langsung menutup pintu.
tidak lebih dari dua menit, tuh gorengan ludes, Zohir masih kutap-ketap, kaya kucing habis makan ikan, terus merasa kurang.
"Enak juga ya sore-sore gini makan gorengan, cari lagi yu'" Kata Uki.
"Boleh, kamu yang bayar ya?
"Beres.." Kata Uki. 
tumben pikir Zohir.
keduanya keluar kamar, cewek-cewek lagi ngumpul, bahkan ada yang baring di depan TV, aktivitas sehari-hari, bahkan malam, kecuali ada bola, remot di sita Uki.
"Gorengan mana ya yang enak" 
"Sebelah sana Ki, bakwannya maknyos" Kata Zohir.
"Eh.. tunggu bentar" Kata Uki berherti di depan warung yang menjual assesoris, di balik lemari kaca belasan rubik tertungging menggoda.
"Apaan Ki?
"Rubiknya keren-keren Hir"
"Alah, rubik lagi, kamukan udah punya"
"Punya sih, tapi itu yang murahan"
Uki langsung menemuni cewek cantik penjaga warung, berbagai majalah juga ada di sana, tapi yang banyak gantungan kunci dan bross.
"Mm.. rubik itu di jual?"
"Kalau gak di jual, gak bakalan di pajang di sini bang" Jawab si cewek.
"Oh.. ia lupa, maksudnya harganya berapa?" Kata Uki.
"Tergantung, yang bagus ya mahal, yang jelek, ya murah" 
Si cewek mengambil salah satu rubik, memainkannya dengan sempurna, dalam beberapa detik saja tuh rubik udah jadi, semua warna menempati tempat masing-masing, modifikasi rubik dan tangan si cewek seperti menghipnotis Uki, begitu nanya harga lima puluh ribu, Uki langsung bayar tanpa nawar, padahal harga biasa paling-paling tiga puluh ribuan.
"Huh.. dari pada beli rubik mahal-mahal, mendingan beli pizza, kenyang perut" Kata Zohir setelah beberapa belas meter mereka meninggalkan tempat itu, kini mereka singgah di warung gorengan.
"Pizza cuma sekali makan Hir, kalau ini tahunan masih bisa di pakai" Kata Uki.
Tangannya mengambil beberapa buah bakwan, goreng pisang, dan tempe goreng.
"Berapa bi?"
"Sepuluh ribu" Jawab si Bibi.
Uki merogoh saku celanany..
"Lho, duit ku mana ya Hir?"
"Mana ku tahu? emangnya kamu bawa dompet"
"Nggak, tadikan ada lima puluh ribu di saku celana"
"Itu yang dibelikan Rubik"
"Memangnya harganya berapa?" Kata Uki.
"Lima puluh ribu, kamu linglung ya" Kata Zohir jengkel.
"Apa?? Lima puluh ribu???" Kata Uki seolah baru tersadar.
"Cepetan donk de, antri nih" Kata si Bibi warung.
"Hir, kamu dulu yang bayarin ya?" Kata Uki.
"Aku lagi gak ada duit nih ki" Bisik Zohir.
"Maaf Bi, gak jadi beli" Kata Uki nyengir.
"Oh.. gak bisa, barang yang udah masuk plastik tidak bisa dikembalikan" Kata si bibi kejam.
Uki garuk-garuk kepala.
"Ngutang dulu kalau gitu bi, ntar saya balik lagi"
"Gak bisa, di sini gak terima hutang" Si Bibi masih kejam.
"Jadi bagaimana donk" Kata Uki.
"Tuh.. mempeng banyak cucian piring, kerjakan sampe selesai, baru kalian boleh pulang" Kata Si bibi.
Uki angkat tangan..
Zohir komat-kamit tidak jelas, Awas ki, sampe kos, ku pecahkan tuh Rubik.. pikirnya.. 

_Ygi_

 
 


Tuesday, October 23, 2012

Selamat Ulang Tahun Kotaku (Cerpen)

Malam itu langit kota Pontianak cerah, belum terlalu malam, azan magrib baru beberapa menit saja berkumandang, langit di ufuk barat masih menyisakan bias-bias sinar mentari, sedikit menghitam bersama sisa mendung.
Uki dan Zohir keluar dari Mushola, rambut keduanya masih agak basah, Zohir merentangkan tangannya ke atas, lalu menguap, Uki menyulut sebatang rokok, sejenak mengamati hiruk pikuk keramaian kota, jalanan mulai macet.
"Jadi gak ki kita nonton konser Ungu?" Kata Zohir.
"Jadilah, kitakan bebas dari kemacetan" Jawab Uki.
Itulah untungnya jalau Jalan kaki, biar kendaraan bejibun memadati jalan, tetap bisa bergerak leluasa, sayang sekali kebiasaan ini sudah jarang dilakukan oleh manusia-manusia kota.
"Meriah juga nih Ulang tahun Kota Pontianak, meriamnya sampe kedengaran ke sini"
"Jelaslah Hir, namanya juga meriam, masa kalah sama petasan, kan gak mungkin" Kata Uki.
keduanya berjalan menyusuri jalanana kota, menuju Alun-alun kapuas, yang lebih dikenal dengan Korem, atau taman kapuas, di sanalah acara Ulang tahun kota Pontianak dilangsungkan, Meriam Karbit sudah mulai meletus sejak 4 hari kemarin, dan pada tanggal 23 Oktober adalah malam puncak acara itu, yang dimeriahkan oleh The Virgin dan Ungu.
Uki dan Zohir sebenarnya gak ngefan2 amat sama Ungu, apalagi The Virgin, cuma daripada bengong di kos, mendingan jalan-jalan menikmati keramaian kota, kosong melompong deh tuh kos, anak-anak cewek sudah pergi sejak jam empat siang tadi.
"Huh.. gila banget nih jumlah manusia" Kata Uki, dengan bersusah payah mereka akhirnya sampai di Taman Kapus, Polisi, pedagang, dan pengunjung, sama banyaknya. 
"Banyak rumah penduduk kosong nih, mendingan kita jadi maling aja" Kata Zohir terkekeh.
"Huh.. dasar otak kotor" Kata Uki menjitak kepala sobatnya.
Meriam karbit dibunyikan tiga kali berturut-turut, suaranya memenuhi langit kota Khatulistiwa, konon katanya suara meriam karbit dapat mengusir kuntilanak, hantu paling terkenal di kota itu.
"Kamu yakin kah Hir, tuh meriam bisa ngusir dedemit?"
"Gak tahu, tapi menurut ceritanyakan sepert itu" Jawab Zohir.
"Emang kamu tahu ceritanya?"
"Ya tahulah, siapa sih yang gak tahu, kecuali mungkin kamu, maklum wajah Ndeso" Kata Zohir.
"mendingan Ndeso dari pada wajah gunung merapi, memangnya ceritanya bagaimana?" Kata Uki.
"Nama Pontianakini itu dipercaya ada kaitannya dengan kisah Syarif Abdurrahman yang sering diganggu oleh hantu Kuntilanak ketika beliau menyusuri Sungai Kapuas. Menurut ceritanya, Syarif Abdurrahman terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu itu sekaligus menandakan di mana meriam itu jatuh, maka di sanalah wilayah kesultanannya didirikan. Peluru meriam itu jatuh di dekat persimpang Sungai Kapuas dan Sungai Landak, dan di sanalah kerajaan itu berdiri sampai sekarang" Kata Zohir.
"Panjang banget Hir, dapat referensi dari mana"
"Hehehe.. dari Wikipedia tadi siang"
"Tumben ya bisa hapal gitu"
"Aku sudah mempersiapkan kalau-kalau kamu bertanya, masa kalah terus" Jawab Zohir jujur.
"Huh... aku cuma ngetes doang Hir, mengenai sejarah Pontianak, sudah lama kali aku tahu" 
"Ya ilah... ngaku aja pada kekalahan Ki" Kata Zohir.
"Suer Hir, aku punya sejarahnya lebih lengkap dari pada kamu" Kata Uki. "Bukan hanya itu, asal usul kalimantan aja aku tahu" Tambahnya.
"Huh.. Songong.." 
"Mau dengar ceritanya gak?" Kata Uki.
"Aku yakin cerita kamu pasti gak bisa dipertanggung jawabkan"
"Tanggung jawab langit dan bumi Hir, bahkan kuntilanaknya juga ikutan menanggung" Kata Uki.
"Bagaimana coba ceritanya" Tanya Zohir, seperti biasa.. penasarannya mulai muncul, dan itulah yang disukai Uki.
"Begini Hir, Dulu kala, seminggu sebelum datuk Syarif Abdullrahman diganggu Kuntilanak, Ada wanita hamil yang ditinggalkan suaminya, kehamilan yang pertama, dan hamilnya belum terlalu tua, bisa dibilang lima atau enam bulananlah, karena putus asa dan sakit hati sama suaminya yang pergi, si wanita hamil ini pergi ke hutan, sesampainya di hutan, wanita itu mulai merasakan sakit diperutnya, kecapean dan perasaan stres membuatnya harus melahirkan prematur, dalam kesendirian dan penderitaan, pikirannya mulai tidak waras, berada antara hidup dan mati,  saat anaknya benar-benar lahir, dia memakannya.. sejak saat itu ia di sebut hantu kuntilanak" Kata Uki, menghentikan ceritanya.
"Koq aku belum pernah dengar ceritanya ya?, kamu ngarang kali" 
"Benaran Hir, aku kan selalu satu langkah lebih dulu dari kamu, dan kamu tahu siapa lelaki yang meninggalkan wanita itu?" Kata Uki.
"Gak tuh, emang gue pikirin, orang seperti itu memang gak pantas masuk dalam sejarah"
"Memang, tapi aku heran, masa kamu gak kenal, diakan Kakek moyang kamu Hir" Kata Uki Ngakak.
"Sialan, kualat lho menjelekkan nenek moyang aku" Kata Zohir, Uki masih ngakak. 
Dentuman meriam kembali menggema, kali ini lima kali berturut-turut, Pasya Ungu dan The Virgin akhirnya mulai tampil bergantian, sorak soray penonton membuat Uki merasa mual.
Akhirnya Uki dan Zohir memutuskan untuk jalan-jalan ketepian kapuas saja, sekalian mencari Susi, mereka udah janjian untuk ketemu di tepi kapuas samping jembatan penyebrangan.
Langit Kota Pontianak malam itu benar-benar meriah, warna-warni kembang api mulai berhamburan, Uki menatap jauh ke arah Sebrang sungan Kapuas, Istana kesultanan terlalu jauh untuk dilihat.. 
"Selamat Ulang Tahun Kotaku" Kata Uki berteriak.
Orang-orang yang ada disekitar situ serempak memandang Uki..
"Selamat Ulang tahun Kotaku!!!!!!!!" Uki kembali berteriak, kali ini Zohir juga mengikuti..

dari satu dua orang yang ikut berteriak, kini tempat itu jadi riuh dengan ucapan Selamat Ulang Tahun....

**

Jauh di tengah-tengah Sungai Kapuas, berdiri Sosok putih misterius  berambut panjang, hampir semua orang tidak menyadari keberadaannya, sosok putih itu tersenyum, perlahan memudar..
Badan Uki merinding, langsung mengajar Sobatnya pulang...

Monday, October 22, 2012

Lelaki yang Mengejar Hujan

Awan hitam beranjak menuju selatan, meninggalkan langit Pontianak, Kota Khatulistiwa, "Hujan" menjadi tujuan terakhir dari adanya awan hitam. 
Seorang lelaki tercenung menatap jalanan panjang, dia tidak terlalu tua, tiga puluh limaan mungkin, dari bentuk wajahnya, jelas sekali di masa remajanya, banyak wanita yang akan jatuh cinta begitu melihatnya.
Lelaki itu akhirnya berjalan, mengayunkan langkahnya dengan senandung-senandung ria tentang hutan, di mana ada hujan, di situ ada kebahagiaan, itulah prinsipnya, jadi kemanapun langit hitam membawa hujan, ke sanalah laki-laki itu pergi, kadang ia berteduh di bawah pohon sambil menadahkan tangan menikmati tetesan demi tetesan air hujan, kadang ia di bawah jembatan, tapi tidak jarang ia malah sengaja membiarkan tubuhnya diguyur hujan.
Tapi hampir dua minggu ini Hujan tidak lagi turun.. awan hitam yang datang selalu tersapu orang angin sebelum benar-benar meneteskan air, lelaki itu mulai resah..
"Hujan Cinta Ku, kemana kah dirimu beberapa hari ini, aku merindukanmu" Kata Lelaki itu, terduduk di samping dermaga, menatap langit senja yang mulai gelap,  malam segera menjelang.
 Angin berhemus perlahan, cukup untuk memainkan rambut lelaki itu yang mulai memanjang kusut, pakaiannya tidak terlalu jelek, tapi jelas sekali sudah berhari-hari tidak di cuci, ia hanya menunggu hujan datang mencuci tubuh sekaligus bajunya.
Parahu-parahu datang dan pergi silih berganti, kerlam-kerlim lampunya cukup menerangi suangi kapus di malam itu.
"Haruskah aku mengejarmu menggunakan perahu-perahu itu? aku tidak sanggup, sungguh..  tidakkah kau lihat aku tidak memiliki apa-apa lagi untuk dijadikan bekal" Kata lelaki itu.
Bisik-bisik orang di dermaga itu mulai terdengar..
"orang gila" Kata salah seorang,
"bukan, dia hanya stres" Kata yang lain.
"Mm... lihatlah, mereka mengatakan aku gila, seperti orang-orang yang ku temui sebelumnya" Kata lelaki itu.
Dia hendak pergi meninggalkan tempat itu saat sebuah batu mengenai punggungnya, ia hanya tersenyum, menatap bocah polos di bawah pohon kelapa yang baru tumbuh beberapa tahun yang lalu, senyumnya penuh dengan kerinduan, bocah itu melotot.
"Lihat, Dia seperti Dirta, anakku yang mati beberapa bulan lalu" Kata Lelaki itu.
Hidup itu keras, mungkin benar seperti yang dikatakan sebuah lagu, "Yang kuat bertahan, yang lemah berantakkan".
tapi cobalah untuk bertanya bagaimana orang yang sebelumnya kuat, justru jadi berantakan, Siapapun yang pernah mengalaminya akan mengerti, apa rasanya derita kehilangan.
Lelaki itu berjalan, menyusuri gelapnya malam, masih mencari-cari hujan, dan kembali terduduk di dekat jembatan Kapuas.
"Kau masih mengejar hujan" Kata suara seorang wanita.
"Ah.. kau lagi, mengapa mengikutiku"
"Hm.. kau mengenalku, bukankah kita tidak pernah bertemu?"
"Benarkah? lalu siapa yang datang merayuku Jum'at malam kemarin" Kata Lelaki itu.
Wanita itu tersenyum, "Mungkin bayanganku, karena aku belum mengenalmu"
Lelaki itu tertegun, memperhatikan raut wajah wanita cantik yang kini tersenyum di hadapannya.
"Bolehkan aku bertanya?"
"Apa kau yakin aku bisa menjawabnya?" Lelaki itu balik bertanya, si wanita tertawa renyah..
"Mm.. karena tidak ada lelaki lain yang mengejar hujan sepertimu, jadi mengapa kau terus melakukan itu?"
"Tidaklah kau lihat semua orang telah pergi meninggalkanku, kedua anakku mati, istriku juga ikut meregang nyawa, aku hanya memiliki hujan, tapi kini hujan juga pergi meninggalkanku" Jawab Lelaki itu tertunduk sedih, namun tidak ada air mata.
"Bahkan semua orang mengatakan aku gila" Tambahnya.
"Tapi aku tidak, bahkan aku tidak akan meninggalkanmu" Kata wanita itu.
"Berarti kau orang gila itu"
"Apa  bedanya gila dengan tidak gila, waras dengan tidak waras, bagaimana kita membuktikan bahwa aku, kau bahkan orang-orang itu tidak gila?
"Kau benar, kita adalah sekumpulan orang gila, ada orang gila yang serakah, ada juga yang polos, orang gila yang serakah sedang berebut kursi di gedung-gedung tinggi itu, sedangkan orang gila yang polos, asik merintih di gubuk reot pojok kota"
"Hahaha... bisakah sejenak saja kita melupakan kegilaan, kita hanya berdua menikmati gelapnya malam, agar nyamuk-nyamuk itu iri" Kata wanita itu menyandarkan kepanya ke bahu si lelaki.
"Kau yakin? aku tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan"
"dan aku tidak menginginkan apapun darimu selain ini" Jawab si wanita menunjuk dada si lelaki.
mata mereka bertemu, untuk sejenak si lelaki melupakan kerinduannya kepada hujan, wajah yang hanya beberapa senti saja dari wajahnya seakan menjanjikan kebahagiaan,
"Kau  berjanji tidak akan pergi?"
"Mm.. Aku berjanji" Jawab wanita itu.
Bibir mereka bertemu, membangkitkan birahi malam, angin yang berhembus mulai gelisah, lenguhan demi lenguhan mulai terdengar.. Biarlah malam itu milik mereka berdua, hingga salah satu dari mereka terkapar, atau keduanya  menikmati puncak kegilaan..
**
Pagi sekali, beberapa menit setelah ayam di pinggiran kota berkokok, warga di pinggiran sungai kapuas dikejutkan oleh ditemukannya sosok mayat laki-laki mengambang di tepi sungai kapuas..
"Itu orang gila kemarin"
"Pasti ia bunuh diri"
"Mungkin terpeleset"
"Biarin saja ah, dia cuma orang gila"
Dan hujanpun turun malu-malu, mengguyur kota Khatulistiwa, membalas sapa kerinduan jiwa lelaki yang tinggal jasad mengambang itu....

Friday, October 19, 2012

Mahasiswa Anti Demo

Dia bukanlah mahasiswa bodoh, tapi bukan juga mahasiswa berprestasi, dia bukan pembuat onar, juga bukan mahasiswa yang taat aturan, Dia bukanlah bintang kampus yang  banyak digemari oleh banyak cewek, dia lebih terlihat seperti gelandangan kampus dengan kais oblong, sendal jepit dan tas abu-abu dekil, dia tidak jelek, hanya saja kurang cakep. Dia adalah mahasiswa rata-rata yang mungkin sama dengan kalian, Meskipun demikian, dia selalu merasa bahwa dia adalah mahasiswa cerdas dengan segudang ide yang belum tertulisakan ataupun tersampaikan, Dia adalah Uki.
Lihat saja, saat temen-temennya berburu waktu dengan dosen masuk kelas, dia masih nangkring di atas motor Vixion diparkiran, entah punya siapa tuh motor, dia cuma numpang ngaca, menyingkirkan belek di matanya, juga tai gajah di hidungnya.
"Cepetan Ki, udah masuk kayanya tuh" Kata Zohir, sohibnya. 
Tentang Zohir, ciri-cirinya tidak terlalu jelas, mungkin rambut keriting, sedikit hitam, dan tai lalat di keningnya itu saja yang mencolok pada Zohir, urusan cakep, jelas dia di bawah Uki.
"Sabar Hir, orang sabar itu di sayang Tuhan" Jawab Uki, melompat dari atas motor.
mereka berdua akhirnya meninggalkan parkiran, menuju kelas yang sepertinya sudah penuh.
"Tuhkan, belum ada dosen" Kata Uki membuang tasnya di bangku paling sudut kanan.
"Zohir terlihat tidak peduli, dia lebih sibuk membagikan tugas punya temen-temennya yang dikebut tadi malam, masuk kelas cuma bisnis tugas.
"Bubar aja deh, udah lima belas menit nih Pak Amin telat" Teriak Uki, yang lain masih sibuk ngerumpi, apalagi anak-anak cewek.
"Tunggu lima menit lagi" Kata Ari, ketua Kelas.
Uki menarik nafas dalam, mengambil tasnya, hendak keluar.
"Mau kemana Ki?" Kata Memey, cewek cantik berjilbab, masih ada keturunan Tionghoa dari kakek buyutnya, makanya matanya agak sipit.
"Pak Amin pasti gak masuk Mey, mending keluar aja yu'" Kata Uki.
"Mmm.. Yu' lah" Jawab Memey tak terduga, Uki mendelik, Jarang-jarang Memey setuju dengan ajakan Uki.
"Hir aku duluan ya" Teriak Uki.
"Mau kemana emang?" Kata Zohir.
"Keluarlah, sumpeg di kelas mulu, ntar ketemu dikantin ya" Kata Uki.
"Ok deh" Jawab Zohir, dia masih terlihat sibuk.
Uki dan Memey berjalan keluar, meninggalkan suasana ribuk kelas, biasanya Uki cuma luntang-lantung keliling kampus, berujung di kantin, tapi sekarang, bingung juga mau kemana, apalagi ada Memey.
"Mau kemana kita?" Kata Memey.
"Gak tahu, kemana ya?" Jawab Uki nyengir. "Lagian tumben-tumbennya kamu mau keluar" Tambahnya.
"Bosen juga nunggu dosen, dan kayanya sih memang gak masuk tuh" Jawab Memey.
"Hehehe, kamu gak ngapa-ngapa nih jalan sama Aku" Kata Uki.
"Kenapa emang?" Tanya Memey.
"Ya.. siapa tahu aja ada yang marah" Kata Uki.
"Mm.. gak mungkinlah ada yang marah, kecuali kalau Bapakku liat, tapi gak mungkinkan jam segini Bapak ada di kampus" Kata Memey. Uki malah terkekeh.
Akhirnya Uki dan Memey berhenti di taman dekat pohon, tapi tidak di bawahnya, soalnya di sana sudah ramai para mahasiswa yang lain, sedang mengadakan acara bedah buku, sedangkan dibeberapa pendopo, banyak kumpulan mahasiswa melakukan kajian, di sanalah kumpulan mahasiswa-mahasiswa teladan.
"Oia, koq tumben gak mengikuti kajian?" Kata Uki.
"Lagi libur, besok mulai lagi" Jawab Memey, Uki tahu kalau Memey itu aktif di salah satu organisasi kampus.
"Oh.. ada liburnya juga ya?" Kata Uki lagi-lagi nyengir, rasanya hari ini ada yang aneh, mimpi apa semalam ya, bisa jalan bareng sama Memey. batinnya.
"Mm.. ia, soalnya hari ini kami dari organisasi mau mengadakan Demo" jawab Memey. Uki langsung mengerutkan kening.
"Demo apa lagi, bukannya minggu-minggu kemarin udah demo juga?" Tanya Uki.
"Hm.. soalnya liat aja, hukum Indonesia akhir-akhir ini makin semrawutan, korupsi makin meraja lela, demo nanti siang rencana mau dukung KPK, sepertinya benar sedang terjadi kriminalisasi oleh pihak-pihak tertentu terhadap KPK" Jawab Memey, Uki ngangguk-angguk.
"Ia sih, kadang kala geram sendiri lihat pemerintahan kita ini, mau di bawa kemana bangsa ini kalau kaya begini terus" Kata Uki.
"kalau begitu ikutan kita Yu" Kata Memey Semangat.
"Oh.. maaf, saya paling anti soal Demo" Jawab Uki.
"Kenapa? Takut ya?" Kata Memey menusuk.
"Bukan soal takut Mey, tapi prinsip" Jawab Uki.
 "Jujur aja deh Ki, banyak koq mahasiswa pengecuk, yang hanya datang, duduk, dengar, diam, nilai.. Mahasiswa itu harus lebih peduli, baik terhadap bangsa, pemerintah dan masyarakat, mahasiswa harus benar-benar berperan, kenalkan dengan nama Soe Hok Gie? perubahan itu tidak akan datang tanpa ada perjuangan" Kata Memey, semangatnya benar-benar menggebu.
"Ya, mungkin benar, tapi terkadang demo itu tidak ada manfaatnya, apalagi hanya membuat macet, menyusahkan masyarakat juga ujung-ujungnya, sementara pemerintah, tetap aja tutup telinga,  Kamu tahu siapa orang-orang yang duduk dipemerintahan saat ini, yang menjadi dewan saat ini, yang banyak kena kasus korupsi, mereka adalah Mahasiswa Pendemo di Era Orde Baru, dengan teriakan-teriakan Reformasi, sama seperti kita saat ini, lantas, saat mereka turun kelak dan kita gantikan, bisa menjaminkah untuk tidak korupsi? banyak cara yang lebih baik selain berteriak-teriak di tengah jalan yang hanya menyebabkan kemacetan, apalagi bentrok dengan aparat" Kata Uki. Memey tertiam sesaat.
"Tapi bagaimanapun juga tidak ada perubahan tanpa ada tindakan" 
"Betul, tapi tindakan demo bukan satu-satunya jalan, coba keluarkan Ide baru, misalkan seluruh mahasiswa membuat surat untuk para pejabat, dari Dewan, sampai presiden, jaman semakin canggih, sedangkan Demo adalah tindakan yang masih primitif" Kata Uki.
"Ternyata kita gak sepaham" Kata Memey.
"Ya, itulah mengapa aku keluar masuk organisasi, dan akhirnya memutuskan menjadi orang bebas" Jawab Uki.
"Ya udah, aku gak ada waktu orang pengecut seperti kamu" Kata Memey hendak pergi.
"Silahkan.. semoga sukses" Kata Uki, perasaannya jadi semakin dongkol.
"Ki lagi ngapain, koq Memey kaya lagi marah" Kata Zohir.
"Ya, biasalah gaya orang cantik" Kata Uki sengaja di dengan suara nyaring.
"Kanting yu'" kata Uki lagi.
"Tadi aku dari kantin, males balik lagi" Jawab Zohir.
"Ya.. temenin dong Hir, laper nih" Kata Uki.
"Siapa suruh, tadi bilang ketemu dikantin, eh.. malah gak ada" Kata Zohir.
"Ya udah, mana duit proyek kita?" Kata Uki.
Zohir narik nafas, membuka dompetnya, sesuai perjanjian, uang kumpulan tugas itu dibagi dua, lumayan untuk menyambung hidup beberapa hari kedepan.
"Pulang aja yu'" Kata Uki.
"lho, bukannya masih ada satu mata kuliah lagi?" Kata Zohir.
"Males mau masuk hari ini" Kata Uki.
"Ya udah, terserah, yang rugi juga kamu, aku sih masih cuti" Jawab Zohir.
Dua makhluk itu akhirnya memutuskan untuk pulang,  menyusuri jalanan kota Pontianak, mencoba lebih akrab dengan debu-debu jalanan. 



Sunday, October 14, 2012

Cerpen gak Pake Judul

Sebagian dari kalian mungkin akan berpikir ulang untuk meninggalkan kelas, apalagi bolos di jam-jam mata kuliah yang menurut kalian sangat penting untuk menunjang nilai di akhir semester kelak, tapi bagi Uki, hal seperti itu sudah biasa, Kartu Hadir Kuliah (KHK) nya aja ada yang masih bersih, tambal sulam, paling nebeng di kelas sebelah memburu tanda tangan begitu mendekati ujian kelak, maklum syarat ujian itu minimal 75% kehadiran di kampus.
Uki semakin tidak bergairah berada di kelas, debat-debat monoton yang membahas makalah-makalah jiplakan dari internet, dan buih-buih yang keluar dari mulut dosen, kalau Uki sesekali bicara, pasti kontroversial, berujung tersudutkan sendiri.
"Kamu yakin mau masuk kelas, buat apa coba Hir, kamukan udah Cuti" Kata Uki, begitu melihat Zohir, sobatnya semangat pengen masuk kelas.
"Cuti itu statusnya doang ki, yang penting ilmunya" Kata Zohir berbinar.
"Alah.. paling-paling kamu cuma kangen ngecengen cewek doang" Kata Uki.
"Hehehe, tahu aja" Jawab Zohir.
Uki terkadang prihatin juga melihat sobatnya, terpaksa cuti kuliah lantaran gak ada biaya untuk daftar Ulang, Emaknya di kampung sudah tidak sanggup lagi membiayai kuliahnya.
"Ya udah deh, cabut yu" Kata Uki.
"Jalan kaki lagi nih?" Kata Susi nyembul di balik pintu kamar.
"Jelas donk, jalan kaki sudah diproklamirkan, dan harus menjadi landasan" Kata Uki Jumawa.
"Mudahan selamet sampai tujuan ya.. dan gak telat" Kata Susi.
"Kamu gak ikutan sama kita" Kata Zohir.
"Gak, duluan aja, ntar juga kesusul" Kata Susi sinis.
Akhirnya kedua sahabat itu berjalan meninggalkan kost, motornya dibiarkan parkir di sudut garasi penuh debu, tadinya Uki berniat mau menjual motornya, untuk membantu Zohir, tapi setelah pikir ulang, sayang juga tuh motor warisan, Zohir juga terlihat bahagia dengan keputusan cutinya.
"Ki, Hir.. Yu' tanjal" Kata Si kenceng, temen sekampusnya, menghentikan motornya beberapa meter di depan Uki dan Zohir.
"Duluan aja Ceng, kita jalan aja" Kata Uki, Kenceng hanya menaikkan kedua alisnya, kemudian langsung cabut lagi.
"Pura-pura baik tuh, si Kenceng Dodol Garut" Kata Zohir.
"Jangan Suudzon Hir" Kata Uki. Zohir mengernyitkan kening, kemudian tetap berjalan tanpa bicara lagi.
"Nyampai kampus, badan berkeringat, siap untuk menerima pelajaran" Kata Zohir begitu sampai di tangga kampus, seperti biasa, mereka terlambat 10 menit.
UKi dan Zohir masuk tanpa mengetuk pintu, kebiasaan buruk yang sudah lama dipertahankan.
"Kalian Mahasiswa di kelas ini?" Kata Ibu Zulzulia, mendelikkan mata begitu Uki dan Zohir masuk.
"Ia bu, sudah lupa ya?" Kata Uki.
"Bukan lupa, tapi tidak kenal sama muka-muka mahasiswa yang sering terlambat" Kata Ibu Zulzulia membentak.
"Biasa aja kali Bu, ini belum nyampai lima belas menit, Ibu juga kalau terlambat masuk, gak pernah tuh di antara kami ada yang protes" Kata Uki, langsung duduk, Zohir masih bengong, kemudian ikutan duduk. Ibu Zulzulia itu terlihat semakih marah, tapi apa boleh buat, dia juga sering terlambat masuk kelas, mungkin itulah yang membuatnya mengalah hari ini.
Setelah kedatangan Uki, suasana kelas jadi agak sedikit berbeda, suara Ibu Zulzulia jadi tidak sesemangat tadi, perkuliahan ditutup dengan pemberian tugas setumpuk, begitulah cara dosen menyiksa mahasiswa begitu ia merasa tidak suka dengan kelas itu.
"Ki, kalau kamu gak suka mata kuliah ini, dan daripada datang terlambat terus, mendingan gak usah masuk aja deh" Kata Melkisari.
"Kenapa emang?" Kata Uki polos.
"Kamu gak lihat, Ibu tadi cuma ngajar gak nyampai satu jam, dan jadi korbannya kita-kita nih dengan segudang tugas" Kata Melki.
"Ia tuh" Kata Kenceng.
"Tenang-tenang, urusan tugas, serahkan saja kepada kami, pasti beres, asal fulusnya memadai" Kata Zohir.
"Alaah.. kamu Hir, jangan sok-sokan, kamu udah gak terdaftar di kelas ini" Kata Tina. nadanya benar-benar menusuk, tapi Zohir seperti biasa, hanya nyengir.
"Memangnya salah ya orang cuti kuliah terus tetap masuk? kalian rugi gitu? gak kan? enjoy ajalah.. aku aja yang gak merasa rugi tetap masuk kuliah walau gak diakui" Kata Zohir.
"Kaluar aja yuk Hir, cari udara segar, di sini panas" Kata Uki.
"Eeh.. jangan dulu kabur, bagaimana nih dengan tugas-tugasnya?" Kata Alang.
"Terserah deh, kalau kalian mau, siapkan uang dan kami kerjakan, dijamin beres semua" Kata Uki.
Kelas kembali riuh, awalnya hanya tiga orang yang menyerahkan tugasnya kepada Uki dan Zohir, tapi akhirnya hampir separo dari kelas itu angkat tangan, Mahasiswa zaman sekarang lebih baik mengeluarkan uang yang tidak seberapa daripada harus bersusah payah mengerjakan tugas, dan di kelas itu, Uki dan Zohir sudah biasa menampung tugas teman-temannya, lumayanlah cari penghasilan di kelas.
"Hahaha.. strategi kita lumayan berhasil" Kata Zohir.
"Ya ialah, kapan lagi kita punya proyek begini, ingat waktunya cuma tiga hari Hir" Kata Uki, keduanya langsung meninggalkan kampus, bersiap menuju warnet, cari bahan, dan edit di kost menggunakan lappinya Uki.
25 mahasiswa, berarti 25 makalah, satu makalah dihitung 30 ribu aja udah lumayan, modal paling cuma prinan gak nyampai 10 ribu. Jadi mahasiswa kreativ itu mudah, selalu ada jalan, merugikan temen dikit, ya gak apa-apalah.. :D

** Dua hari kemudian.. 

"Huh.. selesai juga,  tinggal prin nih Hir" Kata Uki.
"Akhirnya malam ini kita bisa tenang" Kata Zohir tiduran di pojokan kos.
"Kapan ya kita bisa patungan beli printer, jadi gak perlu prin ke rental2 lagi" Kata Uki.
"Bulan depan deh, kita patuangan" Kata Zohir.
Sorenya, Uki dan Zohir pergi menuju rental komputer terdekat, hanya untuk numpang ngeprin.
"Plesdisnya gak bisa dibuka nih Ki" Kata Desi, penjaga rental.
"Masa sih, barusan di buka di laptop bisa koq" Kata Uki.
"Ini gak bisa, muncul perintah format terus" Kata Desi. 
"Waduh bagaimana Ki, tadi datanya kamu simpan di laptop gak?"
"Gak Hir, tadi langsung ku simpan di plesdis"
"Kayanya ini rusak kena virus, jadi harus di format ulang" Kata Desi.
"Jadi datanya bagaimana?" Kata Uki.
"Datanya hilanglah" Kata Desi.
"Yah... malam ini kita belum bisa tenang Hir" Kata Uki memelas.
"Aku gak sanggup ngerjakannya lagi Ki" Jawab Zohir hampir nangis..

Wednesday, October 3, 2012

Janggut Bertuah

Uki menghelus-helus janggutnya yang hanya beberapa helai, sambil menyaksikan hilir mudik mobil dan motor di pinggiran jalan, menikmati minuman favoritnya.. Es tebu. 
Zohir meraba-raba hampir semua saku celananya, mencari recehan yang terselip di sana, mau buka dompet, masih terlalu dini untuk dihabiskan, seminggu sudah berlalu sejak dua makhluk ini mendeklarasikan diri untuk kekampus jalan kaki, tanpa motor atau angkot, di samping penghematan, jalan kaki juga bisa menjadikan tubuh sehat, mengurangi kepadatan lalu lintas dan polusi, cukup mulia juga tuh cita-cita mereka berdua.
"Ternyata cukup menyenangkan ya, jalan kaki" Kata Zohir.
"Apa ku bilang Hir? hemat, sehat, menyenangkan" Kata Uki.
"Alahh.. bilang aja, kalau kalian ini mulai kere" Kata  Mang Edo si Penjual Es tebu.
"Nah itu dia mang, jadi wajarkan kalau hari ini minuman ini gratis" Kata Uki tak tahu malu.
"Gratis, asal kalian mau pulang telanjang" Jawab si Mamang sewot, Uki malah terkekeh.
Uki merampas bungkus rokok yang di pegang Zohir, namun secepat kilat ia membuangnya, tidak ada satu batangpun di sana, Zohir ngakak. Mang Edo geleng-geleng kepala.
"Eh.. Hir, liat deh, ada anak SD juga jalan kaki, sendirian lagi, ini baru anak masa depan yang mandiri" Kata Uki menghentikan tawa Zohir.
"Ia ya.. tapi kasian Ki" Kata Zohir.
"Dik, sini sebentar" Kata Uki teriak sambil melambaikan tangan, bocah kecil itu berhenti, menatap curiga, tapi kemudian berjalan mendekat begitu Uki mengacungkan gelas, Panas teriknya kota Pontianak membuat hampir setiap orang menyerah pada yang namanya Es.
"Pulang kemana Dik?" Kata Uki.
"Manggil kesini mau ngasih Es tebu atau wawancara" Kata Bocah itu, Uki mengernyitkan kening, Zohir menahan senyum, anak-anak SD sekarang masih kecil juga udah bawel, pikir Uki.
Mang Edo ragu-ragu begitu Uki memesan satu gelas Es lagi, tapi keraguannya hilang begitu Uki menyerahkan uang sepuluh ribu tanpa kembalian.
Bocah kecil itu langsung meminum habis segelas es tebu begitu di sodorkan.
"Aku pulang ke Imbon, gak ada yang antar jemput, di sekolah aku baru kelas tiga SD, oia namaku Iko" Kata Bocah itu tanpa di tanya, Uki dan Zohir bengong, giliran mang edo yang terkekeh.
"Busyet dah nih bocah, kita belum nanya sampai di situ" Kata Zohir.
"Biasanya juga orang kalau nanya yang itu-itu terus, makanya aku jawab sebelum ditanya" Kata Iko si Bocah SD.
Cerdas juga nih bocah, pikir Uki. kagum sendiri.
"Karena kita pulang searah, kita pulang sama-sama ya" Kata Uki.
"Kakak-kakak ini gak akan nyulik aku kan? soalnya percuma, gak bakalan ada uang tebusan" Kata Iko.
"Eh... cah, siapa yang mau nyulik, gak butuh tahu" Kata Zohir galak, berharap bocah itu ciut.
 "Siapa tahu aja, zaman sekarang, kata mama ku, penculik berkeliaran" Jawab Iko dengan gaya sok dewasa.
Zohir geram ingin sekali ia menjitak kepala bocah itu, tapi Uki mencegahnya.
"Ingat Hir, dia cuma bocah, malu tahu" Bisik Uki.
Akhirnya Uki dan Zohir kembali melanjutkan perjalanan, mengikuti arah langkah bocah itu, sekalian menikmati udara kebebasan, bercampur dengan polusi jalanan, realita hidup jauh lebih menyenangkan jika mau menyempatkan diri berjalan seperti mereka, betul gak?
"Eh.. Kak, dari tadi elus-elus janggut terus, apa bagusnya sih punya janggut" Kata Iko.
"Hehe.. ini namanya Janggut keberuntungan" Jawab Uki, niatnya biar bocah itu gak ngeledek.
"Emang ada, janggut keberuntungan?" Tanya Iko.
"Ada donk, buktinya ini, berkat janggut ini, Hidup kakak jauh lebih beruntung dari sebelum punya janggut, makanya janggut kakak ini sebenarnya Janggut bertuah" Kata Uki, anak kecil biasanya mudah di boongin, pikirnya dalam hati.
Iko terlihat mikir, kemudian ngangguk-angguk, Uki tersenyum puas, Zohir mencibir.
"Berarti, selama ada janggut itu, kakak aman terus donk" Kata Iko.
"Yap, aman dan merasa tenang" Kata Uki, kembali mengelus janggutnya. Bocah itu kembali mengangguk-ngangguk.
Bocah itu menuntun Uki dan Zohir berjalan melewati gang-gang sempit dan sepi, lebih teduh memang, polusi juga berkurang, kata Iko, jalan itu adalah jalan pintas, Uki dan Zohir ngikut aja, sekalian niatnya juga mau nolong, kasian bocah kecil berjalan sendirian, lumayan jauh lagi.
Sampai lah mereka di gang yang paling sempit, motor satu juga belum tentu bisa lewat, gang itu di apit oleh dua buah dinding pagar yang memisahkan dua ruko panjang dan lebar, ada tiga anak muda sedang nongkrong di sana.
"Eh.. Bocah.. masih berani juga loe lewat sini" Kata salah satu anak muda itu, usia mereka kira-kira seumuran dengan Uki dan Zohir, tapi badannya jauh lebih kekar, wajahnya kereng.
"Pake bawa-bawa cecunguk lagi" Kata anak muda yang satunya.
"Hir, wajah siapa ya yang mirip cecunguk" Kata Uki. Emosinya mulai melambung. 
"Heh, bocah, ngapain kita lewat sini, kalau udah tahu gak aman" Kata Zohir melotot.
"Lho, bukannya kita aman, kan ada janggut bertuah?" Kata Iko. Uki menepuk jidatnya.
"Hey Bro, kita cuma mau lewat, bukan cari masalah" Kata Uki, mencoba santai.
"Apa katanya?? mau lewat?? hahahaha" Ketiga pemuda itu malah terbahak.
"Seratus Ribu, dan loe bertiga aman" Kata pemuda itu.
"Ini nih yang aku gak suka, kita sama-sama muda bro, sama-sama susah cari duit, jadi gak semestinya saling rampas, kalau aku punya satu miliar sih, seratus juta juga mungkin kalian ku bagi" Kata Uki.
"Eh... kampret, siapa yang nyuruh lo ceramah, seratus ribu, kalian aman, bereskan, hahaha..." Kata Pemuda itu.
"Eh... yang pantas di bilang Kampret tu, orang seperti kalian" Kata Zohir, dia juga mulai panas.
"Kalian sekarang gak bakalan menang, soalnya Kakak ini punya janggut bertuah" Kata Iko.
"Hahahaha.. dasar bocah, percaya aja sama yang kaya begituan" Kata pemuda itu.
"Kita gak punya banyak waktu, saatnya cabut" Kata Uki hendak berbalik, saat ketiga anak muda itu maju serempak.
"Cepat pergi bocah" Kata Zohir menarik tangan Iko yang masih berdiri mematung.
"Ternyata kalian berdua ini sama-sama pengecut, mana bukti janggut bertuahnya" Kata Iko. masih tak mau lari.
Uki dan Zohir akhirnya tak punya pilihan, lari juga sudah tanggung, saat ketiga pemuda itu semakin dekat, mungkin inilah saatnya bertarung, pikir Uki.
Perkelahian itu tidak bisa dihindari lagi, Uki dan Zohir berusama memukul, menyekik, mencakar, atau apa saja yang bisa dilakukan tangan dan kaki, walau kalah jumlah, tapi tidak menutup kemungkinan untuk bisa menyerang, sayangnya perkelahian itu tidak berlangsung lama, Iko datang dengan beberapa warga setempat, tiga pemuda itu langsung melarikan diri.
"Janggut bertuahnya tidak ampuh ya Ka? buktinya masih luka-luka tuh" Kata Iko begitu Uki dan Zohir terduduk bersandar di dinding, wajahnya memar, tangan kiri Uki terkena sabetan pisau.
Zohir lebih beruntung, cuma bajunya aja yang koyak.
"Iya, janggut bertuah ini kehilangan kesaktiannya gara-gara bertemu sama kamu" Jawab Uki kesal.
Uki dan Zohir meninggalkan tempat itu dengan berbagai kekesalan, kesal karena bocah itu, kesal karena preman preman itu, namun yang paling membuat Uki kesal adalah Janggutnya hilang beberapa helai.

**_**

Sunday, September 30, 2012

Terlalu Perhitungan itu bisa mengakibatkan Mandul

Terlalu banyak memperhitungkan sesuatu itu bisa mengakibatkan mandul, Betul tidak?
setidaknya aku memiliki beberapa alasan mengapa bisa mengemukakan teori baru.. Cie.. Teori baru ceritanya.. :p 
Pertama-tama harus digaris bawahi dulu pengertian mandul itu sendiri, secara sempit kita bisa saja mengatakan bahwa mandul itu tidak memiliki keturunan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan, tapi ada lagi arti mandul secara luas, mandul itu artinya tidak menghasilkan sesuatu, tidak berkembang, dan banyak lagi arti lain yang sifatnya universal.
Terlalu memperhitungkan sesuatu, atau terlalu hati-hati garis miring takut garis miring kawatir garis miring ragu-ragu garis miring tidak berani mengambil resiko garis miring pelit, jadi banyak garis miring nya nih.. gak apa-apa deh, yang nulis juga rasanya mulai miring.. :-D miring badan maksudnya :-)
Sudah mulai bisa menghubungkan antara Terlalu memperhitungkan sesuatu dengan kemandulan??
Baiklah.. mari kita coba menilainya dari berbagai aspek kemandulan yang telah dikemukakan di atas:
  1. Terlalu perhitungan dengan makanan : Makanan adalah kebutuhan utama manusia, setiap tubuh yang bernyawa memerlukan makan, kalau tidak makan, pasti mati (anak SD juga Tahu), makanan juga terdiri makanan yang baik dan yang tidak baik, baik ditinjau dari kesehatan, maupun dari agama, kalau dari segi agama, hukumnya jelas, hindari makanan yang haram, kategori haram juga sudah jelas terinci (gak perlu dijelaskan lagi). Nah.. terlalu perhitungan dengan makanan yang dimaksud di sini adalah terlalu memperhitungkan makanan karena pelit. Untuk makan sendiri aja cari yang paling murah meriah, ia sih.. penghematan, tapi gak gitu juga kali, orang yang seperti ini pasti Mandul, yang pertama mandul pertemanan, kedua bisa juga mandul kejantanan, karena sperma yang baik itu berasal dari makanan yang baik, makanan yang mahal aja belum tentu baik, apalagi yang paling murah, Hemat bukan berarti pelit.
  2. Terlalu perhitungan dengan waktu : "Waktu adalah uang" Seperti pepatah orang-orang barat, atau orang-orang Arab menyebutnya "Alwaktu Ghazabi = Waktu itu seperti Pedang". tapi siapa sangka sih terlalu perhitungan dengan waktu juga bisa mengakibatkan mandul, bagi orang pembisnis maupun orang-orang yang bermentalkan kerja keras tak kenal lelah, waktu bersantai itu sangat merugikan, bahkan mengutuk orang-orang malas, dan mengatakan itu tindakan keji. padahal kalau di tinjau dari segi kemandulan, orang yang terlalu sibuk dengan waktu bekerja, berpotensi MANDUL, baik mandul pertemanan, mandul komunikasi dengan keluarga, dan juga mandul kemahilan. Masih Perlu dijelaskan? nanti deh nyusul aja.. :p
  3. Terlalu Perhitungan Dengan barang : Orang yang terlalu perhitungan dengan barangnya, selain mendapat Murka dari Allah, juga bisa mengakibatkan kemandulan lho, kenapa demikian?? karena barang-barang yang kita miliki dapat menyita pikiran dan perasaan, semakin banyak barang, semakin besar rasa khawatir, sedangkan kemandulan itu berawal dari kekhawatiran, emosi yang tidak stabil, dan lain-lain,, :p
  4. Terlalu perhitungan dengan pasangan (istri atau suami) = Sudah jelas, tidak perlu definisi lagi.. :-D
Nah Sekian dulu Teori tentang hubungan antara Terlalu banyak memperhitungkan sesuatu dengan kemandulan, semoga bermanfaat, urusan terbukti atau tidak, itu urusan belakang.. ini baru teori.. :-D :p :-)