Uki menghelus-helus janggutnya yang hanya beberapa helai, sambil menyaksikan hilir mudik mobil dan motor di pinggiran jalan, menikmati minuman favoritnya.. Es tebu.
Zohir meraba-raba hampir semua saku celananya, mencari recehan yang terselip di sana, mau buka dompet, masih terlalu dini untuk dihabiskan, seminggu sudah berlalu sejak dua makhluk ini mendeklarasikan diri untuk kekampus jalan kaki, tanpa motor atau angkot, di samping penghematan, jalan kaki juga bisa menjadikan tubuh sehat, mengurangi kepadatan lalu lintas dan polusi, cukup mulia juga tuh cita-cita mereka berdua.
"Ternyata cukup menyenangkan ya, jalan kaki" Kata Zohir.
"Apa ku bilang Hir? hemat, sehat, menyenangkan" Kata Uki.
"Alahh.. bilang aja, kalau kalian ini mulai kere" Kata Mang Edo si Penjual Es tebu.
"Nah itu dia mang, jadi wajarkan kalau hari ini minuman ini gratis" Kata Uki tak tahu malu.
"Gratis, asal kalian mau pulang telanjang" Jawab si Mamang sewot, Uki malah terkekeh.
Uki merampas bungkus rokok yang di pegang Zohir, namun secepat kilat ia membuangnya, tidak ada satu batangpun di sana, Zohir ngakak. Mang Edo geleng-geleng kepala.
"Eh.. Hir, liat deh, ada anak SD juga jalan kaki, sendirian lagi, ini baru anak masa depan yang mandiri" Kata Uki menghentikan tawa Zohir.
"Ia ya.. tapi kasian Ki" Kata Zohir.
"Dik, sini sebentar" Kata Uki teriak sambil melambaikan tangan, bocah kecil itu berhenti, menatap curiga, tapi kemudian berjalan mendekat begitu Uki mengacungkan gelas, Panas teriknya kota Pontianak membuat hampir setiap orang menyerah pada yang namanya Es.
"Pulang kemana Dik?" Kata Uki.
"Manggil kesini mau ngasih Es tebu atau wawancara" Kata Bocah itu, Uki mengernyitkan kening, Zohir menahan senyum, anak-anak SD sekarang masih kecil juga udah bawel, pikir Uki.
Mang Edo ragu-ragu begitu Uki memesan satu gelas Es lagi, tapi keraguannya hilang begitu Uki menyerahkan uang sepuluh ribu tanpa kembalian.
Bocah kecil itu langsung meminum habis segelas es tebu begitu di sodorkan.
"Aku pulang ke Imbon, gak ada yang antar jemput, di sekolah aku baru kelas tiga SD, oia namaku Iko" Kata Bocah itu tanpa di tanya, Uki dan Zohir bengong, giliran mang edo yang terkekeh.
"Busyet dah nih bocah, kita belum nanya sampai di situ" Kata Zohir.
"Biasanya juga orang kalau nanya yang itu-itu terus, makanya aku jawab sebelum ditanya" Kata Iko si Bocah SD.
Cerdas juga nih bocah, pikir Uki. kagum sendiri.
"Karena kita pulang searah, kita pulang sama-sama ya" Kata Uki.
"Kakak-kakak ini gak akan nyulik aku kan? soalnya percuma, gak bakalan ada uang tebusan" Kata Iko.
"Eh... cah, siapa yang mau nyulik, gak butuh tahu" Kata Zohir galak, berharap bocah itu ciut.
"Siapa tahu aja, zaman sekarang, kata mama ku, penculik berkeliaran" Jawab Iko dengan gaya sok dewasa.
Zohir geram ingin sekali ia menjitak kepala bocah itu, tapi Uki mencegahnya.
"Ingat Hir, dia cuma bocah, malu tahu" Bisik Uki.
Akhirnya Uki dan Zohir kembali melanjutkan perjalanan, mengikuti arah langkah bocah itu, sekalian menikmati udara kebebasan, bercampur dengan polusi jalanan, realita hidup jauh lebih menyenangkan jika mau menyempatkan diri berjalan seperti mereka, betul gak?
"Eh.. Kak, dari tadi elus-elus janggut terus, apa bagusnya sih punya janggut" Kata Iko.
"Hehe.. ini namanya Janggut keberuntungan" Jawab Uki, niatnya biar bocah itu gak ngeledek.
"Emang ada, janggut keberuntungan?" Tanya Iko.
"Ada donk, buktinya ini, berkat janggut ini, Hidup kakak jauh lebih beruntung dari sebelum punya janggut, makanya janggut kakak ini sebenarnya Janggut bertuah" Kata Uki, anak kecil biasanya mudah di boongin, pikirnya dalam hati.
Iko terlihat mikir, kemudian ngangguk-angguk, Uki tersenyum puas, Zohir mencibir.
"Berarti, selama ada janggut itu, kakak aman terus donk" Kata Iko.
"Yap, aman dan merasa tenang" Kata Uki, kembali mengelus janggutnya. Bocah itu kembali mengangguk-ngangguk.
Bocah itu menuntun Uki dan Zohir berjalan melewati gang-gang sempit dan sepi, lebih teduh memang, polusi juga berkurang, kata Iko, jalan itu adalah jalan pintas, Uki dan Zohir ngikut aja, sekalian niatnya juga mau nolong, kasian bocah kecil berjalan sendirian, lumayan jauh lagi.
Sampai lah mereka di gang yang paling sempit, motor satu juga belum tentu bisa lewat, gang itu di apit oleh dua buah dinding pagar yang memisahkan dua ruko panjang dan lebar, ada tiga anak muda sedang nongkrong di sana.
"Eh.. Bocah.. masih berani juga loe lewat sini" Kata salah satu anak muda itu, usia mereka kira-kira seumuran dengan Uki dan Zohir, tapi badannya jauh lebih kekar, wajahnya kereng.
"Eh.. Bocah.. masih berani juga loe lewat sini" Kata salah satu anak muda itu, usia mereka kira-kira seumuran dengan Uki dan Zohir, tapi badannya jauh lebih kekar, wajahnya kereng.
"Pake bawa-bawa cecunguk lagi" Kata anak muda yang satunya.
"Hir, wajah siapa ya yang mirip cecunguk" Kata Uki. Emosinya mulai melambung.
"Heh, bocah, ngapain kita lewat sini, kalau udah tahu gak aman" Kata Zohir melotot.
"Lho, bukannya kita aman, kan ada janggut bertuah?" Kata Iko. Uki menepuk jidatnya.
"Hey Bro, kita cuma mau lewat, bukan cari masalah" Kata Uki, mencoba santai.
"Apa katanya?? mau lewat?? hahahaha" Ketiga pemuda itu malah terbahak.
"Seratus Ribu, dan loe bertiga aman" Kata pemuda itu.
"Ini nih yang aku gak suka, kita sama-sama muda bro, sama-sama susah cari duit, jadi gak semestinya saling rampas, kalau aku punya satu miliar sih, seratus juta juga mungkin kalian ku bagi" Kata Uki.
"Eh... kampret, siapa yang nyuruh lo ceramah, seratus ribu, kalian aman, bereskan, hahaha..." Kata Pemuda itu.
"Eh... yang pantas di bilang Kampret tu, orang seperti kalian" Kata Zohir, dia juga mulai panas.
"Kalian sekarang gak bakalan menang, soalnya Kakak ini punya janggut bertuah" Kata Iko.
"Hahahaha.. dasar bocah, percaya aja sama yang kaya begituan" Kata pemuda itu.
"Kita gak punya banyak waktu, saatnya cabut" Kata Uki hendak berbalik, saat ketiga anak muda itu maju serempak.
"Kita gak punya banyak waktu, saatnya cabut" Kata Uki hendak berbalik, saat ketiga anak muda itu maju serempak.
"Cepat pergi bocah" Kata Zohir menarik tangan Iko yang masih berdiri mematung.
"Ternyata kalian berdua ini sama-sama pengecut, mana bukti janggut bertuahnya" Kata Iko. masih tak mau lari.
Uki dan Zohir akhirnya tak punya pilihan, lari juga sudah tanggung, saat ketiga pemuda itu semakin dekat, mungkin inilah saatnya bertarung, pikir Uki.
Uki dan Zohir akhirnya tak punya pilihan, lari juga sudah tanggung, saat ketiga pemuda itu semakin dekat, mungkin inilah saatnya bertarung, pikir Uki.
Perkelahian itu tidak bisa dihindari lagi, Uki dan Zohir berusama memukul, menyekik, mencakar, atau apa saja yang bisa dilakukan tangan dan kaki, walau kalah jumlah, tapi tidak menutup kemungkinan untuk bisa menyerang, sayangnya perkelahian itu tidak berlangsung lama, Iko datang dengan beberapa warga setempat, tiga pemuda itu langsung melarikan diri.
"Janggut bertuahnya tidak ampuh ya Ka? buktinya masih luka-luka tuh" Kata Iko begitu Uki dan Zohir terduduk bersandar di dinding, wajahnya memar, tangan kiri Uki terkena sabetan pisau.
Zohir lebih beruntung, cuma bajunya aja yang koyak.
Zohir lebih beruntung, cuma bajunya aja yang koyak.
"Iya, janggut bertuah ini kehilangan kesaktiannya gara-gara bertemu sama kamu" Jawab Uki kesal.
Uki dan Zohir meninggalkan tempat itu dengan berbagai kekesalan, kesal karena bocah itu, kesal karena preman preman itu, namun yang paling membuat Uki kesal adalah Janggutnya hilang beberapa helai.
**_**
No comments:
Post a Comment