Saturday, September 22, 2012

Bias Cinta

Kejujuran itu terkadang menyakitkan, seperti simponi lagu-lagu sendu menjeritkan hati yang lara, seperti burung-burung pipit kehilangan ladang tempat ia bermukim, atau seperti senja kehilangan awan jingganya. 
Aku hanya bisa mengatakan bahwa aku jujur, tapi hati kecilku mengatakan tidak, terhadap apa yang ku ucapkan dan yang ku lakukan, hari ini aku mulai lelah..
Aku harus jujur bahwa Rasa lelahku telah lama ku pelihara, lelah dengan hari-hari monoton yang ku lalui, dengan tawa-tawa palsu, atau canda dengan istriku, aku bisa mengubah warna wajahku sesuai keadaan, seperti bunglon saat menemukan tempat dan warna baru yang ia sukai, berubah.. meski tidak bisa merubah hakikat diriku yang terasa semakin sepi, semakin kering, dan kreativitasku semakin membeku. entahlah..
Aku tidak sepenuhnya bisa terbuka dengan siapapun, ada sisi gelap dalam diriku yang hanya aku sendiri saja yang merasakannya, dan sekali lagi, meskipun aku sangat ingin jujur di sini, aku tak bisa, pada remang-remang cahaya malam aku mengadu, atau pada tirai-tirai kusam yang biasa ku jadikan sebagai alas di kala hujan, menampung genangan air yang masuk lewat bocor atap rumah kos-kosan tempat hidup kini.
Ceritaku tidak lagi terangkai, sambung menyambung yang akhirnya terhenti sebelum aku benar-benar ingin menghentikannya, rutinitas yang mulai kurasa menyenangkan hanyalah pengalihan dan kedok dari sifatku, menuntunku pada jurang kehancuran, menunggu sesuatu yang luar biasa mengunjungi hidupku, ah.. kurasa itu hanyalah mimpi bocah-bocah kecil.
dongeng-dongeng, film-film dan mimpi yang beberapa bulan ini seakan terus memaksaku untuk melakukan sesuatu, merangkai cerita fantasi luar biasa, tapi terkadang jauh di hati kecilku aku mulai berkata itu bodoh, dan aku meninggalkan semangatku di lorong waktu kemarin sore.
Di saat seperti ini, aku mengingatnya...
mengingat semua masa lalu, kenangan-kenangan usang yang mulai melepuh di memori otakku, kini berani muncul ke permukaan, kenangan tentang masa kecilku, tentang kematian adikku, dan wajah-wajah wanita yang pernang singgah dalam hidupku, entah apa yang terjadi selanjutnya, seandainya saja satu dari sekian banyak peristiwa itu memihak padaku, misalkan adikku tidak meninggal, atau aku bisa bersama dengan Sallymah wanita yang kucintai semenjak SMA.
itu hanya seandainya, karena aku tidak bisa pergi ke masa lalu untuk merubahnya, merubah sesuatu yang telah terjadi, adikku telah meninggal, dan Sallymah kini telah berkeluarga dengan orang lain, begitu juga dengan aku, kini ada istriku terbaring di sampingku, dan calon anakku telah bersemayam di rahimnya.
Aku bukannya tidak menghargai hidup, atau tidak mensyukuri apa yang telah aku dapatkan, justru aku sangat mensyukurinya, istri yang menerimaku apa adanya, hidup sederhana, dan limpahan rizki lainnya yang tidak mungkin bisa ku sebutkan satu persatu, tapi aku hanya tidak bisa menghilangkan rasa resahku, ada saja butiran debu yang mengganjal di hati ini, ya benar.. mungkin karena kuliahku yang tidak kunjung selesai, dan jalan masa depanku yang belum juga bisa ku bayangkan, suram, rabun, hanya bias-bias...

No comments:

Post a Comment