Sunday, September 30, 2012

Terlalu Perhitungan itu bisa mengakibatkan Mandul

Terlalu banyak memperhitungkan sesuatu itu bisa mengakibatkan mandul, Betul tidak?
setidaknya aku memiliki beberapa alasan mengapa bisa mengemukakan teori baru.. Cie.. Teori baru ceritanya.. :p 
Pertama-tama harus digaris bawahi dulu pengertian mandul itu sendiri, secara sempit kita bisa saja mengatakan bahwa mandul itu tidak memiliki keturunan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan, tapi ada lagi arti mandul secara luas, mandul itu artinya tidak menghasilkan sesuatu, tidak berkembang, dan banyak lagi arti lain yang sifatnya universal.
Terlalu memperhitungkan sesuatu, atau terlalu hati-hati garis miring takut garis miring kawatir garis miring ragu-ragu garis miring tidak berani mengambil resiko garis miring pelit, jadi banyak garis miring nya nih.. gak apa-apa deh, yang nulis juga rasanya mulai miring.. :-D miring badan maksudnya :-)
Sudah mulai bisa menghubungkan antara Terlalu memperhitungkan sesuatu dengan kemandulan??
Baiklah.. mari kita coba menilainya dari berbagai aspek kemandulan yang telah dikemukakan di atas:
  1. Terlalu perhitungan dengan makanan : Makanan adalah kebutuhan utama manusia, setiap tubuh yang bernyawa memerlukan makan, kalau tidak makan, pasti mati (anak SD juga Tahu), makanan juga terdiri makanan yang baik dan yang tidak baik, baik ditinjau dari kesehatan, maupun dari agama, kalau dari segi agama, hukumnya jelas, hindari makanan yang haram, kategori haram juga sudah jelas terinci (gak perlu dijelaskan lagi). Nah.. terlalu perhitungan dengan makanan yang dimaksud di sini adalah terlalu memperhitungkan makanan karena pelit. Untuk makan sendiri aja cari yang paling murah meriah, ia sih.. penghematan, tapi gak gitu juga kali, orang yang seperti ini pasti Mandul, yang pertama mandul pertemanan, kedua bisa juga mandul kejantanan, karena sperma yang baik itu berasal dari makanan yang baik, makanan yang mahal aja belum tentu baik, apalagi yang paling murah, Hemat bukan berarti pelit.
  2. Terlalu perhitungan dengan waktu : "Waktu adalah uang" Seperti pepatah orang-orang barat, atau orang-orang Arab menyebutnya "Alwaktu Ghazabi = Waktu itu seperti Pedang". tapi siapa sangka sih terlalu perhitungan dengan waktu juga bisa mengakibatkan mandul, bagi orang pembisnis maupun orang-orang yang bermentalkan kerja keras tak kenal lelah, waktu bersantai itu sangat merugikan, bahkan mengutuk orang-orang malas, dan mengatakan itu tindakan keji. padahal kalau di tinjau dari segi kemandulan, orang yang terlalu sibuk dengan waktu bekerja, berpotensi MANDUL, baik mandul pertemanan, mandul komunikasi dengan keluarga, dan juga mandul kemahilan. Masih Perlu dijelaskan? nanti deh nyusul aja.. :p
  3. Terlalu Perhitungan Dengan barang : Orang yang terlalu perhitungan dengan barangnya, selain mendapat Murka dari Allah, juga bisa mengakibatkan kemandulan lho, kenapa demikian?? karena barang-barang yang kita miliki dapat menyita pikiran dan perasaan, semakin banyak barang, semakin besar rasa khawatir, sedangkan kemandulan itu berawal dari kekhawatiran, emosi yang tidak stabil, dan lain-lain,, :p
  4. Terlalu perhitungan dengan pasangan (istri atau suami) = Sudah jelas, tidak perlu definisi lagi.. :-D
Nah Sekian dulu Teori tentang hubungan antara Terlalu banyak memperhitungkan sesuatu dengan kemandulan, semoga bermanfaat, urusan terbukti atau tidak, itu urusan belakang.. ini baru teori.. :-D :p :-)

Kelelawar

Kepakan sayap lebarnya nya meronda malam
Mata mengkilat terkena pantulan sinar lampu di jalan-jalan
menembus gelap tanpa khawatir Tiang atau pohon penghalang
sayap itu akan mengerti
kemana membawa tubuh..
mencari serangga atau buah-buah segar

Anak kelelawar belajar terbang
tanpa ditemani Ibu juga bapaknya..
ia mengepak dan terus mengepak
saat lelah..
iapun tersungkur di pucuk daun pisang
pejamkan mata hingga mentari datang menjelang


Friday, September 28, 2012

Jin Sungai

Aku terkejut melihatnya, badannya menghijau seperti Hulk, penuh dengan gumpalan kutil, dan kepalanya memiliki dua tanduk, tingginya dua kali lipat orang dewasa. Tapi entah mengapa, aku tidak menggigil ataupun takut.

"A'  Apa itu?" Kata Istriku memegang erat tanganku.
"Gak tahu, mungkin jin" Jawabku masih terpaku, mencoba meyakinkan penglihatanku.
Tidak menyangka jalan-jalan sore ini berujung bertemu dengan seonggok makhluk mengerikan.
"Balik lagi aja yuk" Kata Istriku masih memegang erat tanganku.
Tapi aku masih tak bergeming, mencoba menguasai semua kesadaranku, akhinya aku terus berjalan kedepan, tidak menghiraukan ajakan istriku.
Makhluk itu berdiri di atas sungai dangkal yang tidak terlalu lebar, seperti sedang kebingungan, setengah lututnya tenggelam ke dasar sungai.
"Permisi Om, numpang lewat" Kataku, Istriku semakin erat memegang tanganku.
Makhluk itu menoleh, tersenyumnya mengembang saat melihatku, seperti wajah bocah gemuk yang menemukan mainan kesayangannya.
"Ah.. kebetulan sekali, aku mau minta tolong" Kata Makhluk itu, suaranya parau.
"Tolong apa Om" Kataku.
"Anu..Mm.. Tolong ambilkan benda yang menyerupai bintang di dasar sungai itu" Katanya ragu-ragu. Aku mengernyitkan kening, sambil melirik kilauan benda di dasar sungai, berwarna silver, sebesar kepalan tangan, menyerupai senjata ninja yang biasa ku lihat di tv.
"Memangnya benda apa itu? koq gak diambil sendiri aja, kan udah dekat" Kataku.
"Kalau bisa, mungkin dari tadi udah ku ambil" Kata Makhluk itu.
"Aku bisa saja mengambilkannya, tapi harus berjanji tidak melukai kami berdua, dan kalau boleh tahu, Om ini sebenarnya makhluk apa?" Kataku, rasa takutnya benar-benar hilang.
Makhluk itu menarik nafas sejenak, menatap aku dan istriku bergantian, kemudian ia mulai bercerita..
Tepat seperti dugaanku, dia adalah  Jin, makhluk dari dunia ghaib, dunia yang tidak bisa kulihat, dia datang mengunjungi dunia manusia, sebagai bentuk pelarian dari rasa galau dan kesepian, sangat sulit dua dunia yang berbeda alam bisa bersinggungan, jika manusia tidak bisa mengunjungi dunia ghaib, begitu juga dengan bangsa Jin, tidak mudah untuk bisa datang kedunia manusia.
Anehnya, di dunia Jin sana ada alat yang bisa menghubungkan dunia ghaib dan dunia manusia, tapi alat itu sulit di dapat, bahkan mustahil, hanya tetua Jin saja yang memilikinya, dan sepertinya si Om jin ini telah mencuri alat itu dari tetua Jin, Alat itu bisa bekerja saat di sentuhkan kepunggung, tapi jangan sampai lepas dari tangan, karena saat alat itu lepas di dunia manusia, maka Semua Jin yang menggunakan alat itu tidak bisa menyentuhnya lagi, dan jika jin itu mati di dunia manusia, maka mati pulalah di dunia jin sana.
Kini tanpa sengaja alat itu jatuh dari tangan si Jin, jatuh saat ia hendak menggunakannya untuk pulang, alat itulah yang ada di dasar sungai itu, Alat yang aneh menurutku. Jin itu juga mengatakan bahwa jika aku berhasil mengirimnya kembali ke dunia Ghaib, alat itu akan menjadi milikku, dan aku bisa mengunjungi dunianya, aku jadi bersemangat.
"Jadi aku hanya perlu mengambil alat itu dan menempelkannya ke punggungmu?" Kataku.
"Ya, tapi tunggu saat aku menyelam dan rata dengan air sungai" Jawab Jin itu.
Aku turun ke sungai, bersusah payah melepaskan tangan istriku.
"Udah lah A', kita pulang aja" Kata Istriku.
"Tenang, cuma bentar koq" Jawabku.
Benda aneh itu kini telah berada di tanganku, lebih berat dari yang ku bayangkan.
"Kenapa sih kita harus melakukannya di tengah-tengah sungai seperti ini" Kataku.
"Karena aku Jin sungai" Jawab Jin itu menyeringai.
Jin itu mengingatkanku kembali untuk menempelkan jika punggungnya benar-benar telah rata dengan air. aku hanya mengangguk, sekali dibilangan juga sudah mengerti, pertanyaanku hanyalah, mengapa untuk pulang kedunia ghaibnya harus melakukan tindakan bodoh seperti ini.
Jin itu benar-benar menyelam, membenamkan seluruh tubuh besarnya ke sungai yang menurutku terlalu dangkal untuk ukuran tubuhnya.
Baru saja aku hendak menempelkan Alat itu ke punggung si Jin, Isak tangis Istriku mengagetkanku, Punggung si Jin menjadi suram, dan alat ditanganku perlahan menghilang, saat aku  tersadar Istriku memelukku dengan erat, air matanya mengalir..
"A', aku mimpi buruk" Kata Istriku.
"Mimpi apa sayang" Kataku.
"Aku mimpi, A'a pergi meninggalkanku" Jawab Istriku, semakin erat memelukku.
"Tenang sayang, itu hanya mimpi" Jawabku mengecup keningnya.
Istriku kembali tertidur, sedangkan aku masih memikirkan mimpiku bertemu si Jin, dan alat yang tadi ku pegang, berharap alat itu benar-benar ada di tanganku..


"Tentang Mimpi Tadi Malam..

  


Monday, September 24, 2012

Durian Jatuh

Dua hari sudah Uki berada di perkampungan nun jauh di mato, perdalaman kabupaten Bengkayang, jalan tikus dan belum masuk listrik tentunya, hutan dan alang-alang memenuhi sekitar perkampungan itu. Mak Zohir datang tergopoh membawa secangkir teh Panas.
"Gak usah repot-repot Mak" Kata Uki sambil menguap ngantuk.
"Punyaku mana Mak, koq cuma satu?" Kata Zohir datang dari arah samping rumah.
"Noh masih didapur, buat sendiri" Jawab mak Zohir memonyongkan bibirnya.
"Ya Emak, sama anak sendiri juga perhitungan, orang lain aja dibuatkan" Kata Zohir cemberut, Uki terkekeh melihat tingkah anak dan Emak itu.
"Tamu itu harus dimuliakan, kalau anak sendiri mah, Manja kalau dibuatkan" Kata Mak Zohir langsung ngeloyor pergi, menuju warung".
"udah.. nih stik-stik aja, kan biasanya juga gitu kalau di kos" Kata Uki, "Eh rokoknya keluarin donk" Tambahnya.
Zohir mengelurkan sebungkus rokok warna biru kehijauan.
"Ya.. Hir koq rokok begituan lagi" Kata Uki.
"Di kampung jangan disamain dengan di kota donk, rokok inilah yang paling populer di sini" Kata Zohir, "Kalau gak mau ya udah" Tambahnya. Uki langsung nyerobot, daripada gak merokok, gak apa-apa deh rokok kretek murahan pun jadi.
Zohir adalah anak semata wayang, bapaknya sudah meninggal tiga tahun yang lalu, jadi rumah itu cukup sepi, hanya ada Zohir dan Emaknya.
Di antara sekian banyak perkampungan yang terjajah ladang sawit dari perusahaan-perusahaan luar negeri, hanya perkampungan Zohir yang masih selamat, hutannya masih lebat, dan yang paling menarik adalah hutan pohon durian, kata Zohir hutan durian itu milik nenek moyang orang-orang di sana, gak tahu siapa yang nanam, usianya aja udah ratusan tahun, itulah yang membuat Uki betah lama-lama di kampung Zohir, setidaknya bisa makan durian gratis.
"Busyet, ini hutan atau perkampungan Hir" Kata Uki begitu memasuki Tembawang (Sebutan hutan durian), di sana ada berpuluh-puluh warung, dilengkapi dengan cewek2 cantik penjaganya.
"Beginilah kalau musim durian datang, hutan yang sebelumnya angker, jadi rame" Jawab Zohir.
Uki terpaku melihat Pohon-pohon durian yang ukurannya sebesar badan gajah, ratusan bahkan mungkin ribuah durian bergelantungan di atasnya, anak-anak kecil tanpa baju, bahkan seragam putih merah juga lengkap di sana, anak-anak yang sengaja bolos sekolah hanya karena musim durian, semuanya asik menunggu angin di bawah pohon durian.
"Ini bebas Hir, kalau ada durian jatuh, kita rebutan?" Kata Uki ingin meyakinkan.
"Ia, asal bisa berebut aja dengan anak-anak" Jawab Zohir.
"Hm.. aku kau anggap remeh Hir, liat aja nanti karung kita pasti penuh" Kata Uki menatap buah durian, liurnya menetes.
Crass...crass... duk..duk.. cras.. BUK!!!, terdengar durian jatuh beberapa belas meter di dekat mereka.
"Huh..huh..huh.." Teriak anak-anak di sana serempak, Uki celingak-celinguk bingung, Zohir sudah berlari menembus semak.
"Tunggu Hir" Teriak Uki, masih dalam kebingungan, bunyi durian jatuh aja dia belum hapal.
Akhirnya Uki juga ikutan berlari, mengikuti arah anak-anak berlari, mengitari satu Pohon durian yang cukup besar, daun-daun berjatuhan di sana, Uki mengendus semoa aroma durian yang datang dari berbagai arah, sepertinya durian jatuh itu belum ketemu, soalnya di bawah pohon durian itu masih semak, anak-anak semakin ramai berdatangan.
"Hah.. dapat" Teriak Uki bangga.
Anak di sana serempak menoleh, Uki mengacungkan buah durian dengan senyum kemenangan, tapi kemudian anak-anak di sana serempak tertawa, Uki mengernyitkan kening.
"Ya ampun Ki-ki, gak bisa bedakan ya durian yang berisi dengan yang kosong" Kata Zohir.
Uki mengamati durian yang sedang di pegang tangkainya, duri buah itu terbungkus dedaunan.
"Sialan" Kata Uki menghempaskan durian yang ternyata hanya kulit yang digabungkan kembali oleh rekatan dedaunan, kerjaan anak-anak iseng. 
anak-anak di sana kembali tertawa ngakak, bahkan Zohir ikutan tertawa, Uki semakin jengkel.
akhirnya durian jatuh itu ditemukan oleh salah satu anak yang ada di sana, semuanya kembali bubar, Zohir masih menahan tawa.
"Makanya Ki, jangan dulu bangga sebelum memastikan itu buah durian, atau kulit durian" Kata Zohir.
 "Udah ah, aku mau ke warung dulu, cari rokok, minjam duit donk" Kata Uki, mengingat dompetnya hilang di curi orang dalam bus beberapa hari yang lalu.
"Huh.. gini nih, durian belum dapat, duit sudah bobol duluan" Jawab Zohir.
"Ye.. yang ikhlas dong Hir, ntar kuganti" Kata Uki.
"Yaudah kita ke warung sama-sama aja, ntar kamu tersesat, susah nyarinya" Kata Zohir.
keduanya berjalan menuju warung, melewari rumpun bambu, pohon langsat, rambai, dan rambutan hutan, lengkap semua jenis buah ada di sana, nenek moyang benar-benar telah menyiapkan semuanya.
"Dulunya ini perkampungan ki, makanya setiap pohon durian di sini ada namanya, yang menandakan nama nenek moyang yang menanamnya, tapi gak tahu yang mana keturunannya sampai saat ini" Kata Zohir sambil berjalan.
"Luar biasa ya, nenek moyang telah menyiapkan untuk generasi selanjutnya" Jawab Uki.
"Itulah Ki, kadang aku salut lho sama orang-orang zaman dulu, sayangnya keturunannya saat ini tidak benar-benar memelihara" Kata Zohir.
"Maksudnya?"
"Ia liat aja, banyak pohon durian yang ditebang, hanya untuk mengejar keuntungan sesaat, tapi tidak menyiapkan untuk generasi yang akan datang, hampir setiap penduduk di sini tidak ada yang menanam kembali pohon durian, merasa cukup dengan hutan warisan nenek moyang, padahal dulu waktu aku SD, hutan ini dua kali lipat dari sekarang besarnya" Kata Zohir.
"Sayang sekali ya, tapi masih untung, belum ada ladang sawit nyampai kemari" Kata Uki.
"Ia, tapi udah ada tanda-tanda tuh, habislah kalau sawit benar-benar masuk" Kata Zohir.
Warung itu beratapkan daun, tanpa dinding, sengaja dibuat sederhana, tapi beraneka minuman lengkap di sana, dari bir, arak, sampai minuman caleng, jenis-jenis rokok juga lengkap.
"Rokok Mba" Kata Uki.
cewek si penjaga kantin menoleh, matanya bertemu mata dengan Uki, matanya langsung melotot, Uki langsung mendelik.
"Eh... Muliani" Kata Uki, si cewek itu menggeleng gugup.
"Kalian saling kenal?" Kata Zohir.
"Ini nih, cewek yang....
"Kemarin kami bertemu di Bus" Jawab cewek itu memotong suara Uki.
"Oh.. koq kamu gak cerita kalau pernah ketemu sama Rury kemarin Ki?" Kata Zohir.
"Eh... aku belum cerita ya" Kata Uki, gak enak juga kalau ia langsung menuduh kalau cewek di depannya itu yang mencuri dompetnya di bus kemarin. 
Obrolan terhenti saat terdengar durian jatuh di sebrang mereka, Zohir langsung berlari mengejar, Uki malah angkat tangan, kali ini dia mengalah.
"Plies ya jangan cerita kejadian kemarin" Kata Rury.
"jadi nama kamu bukan Muliani ya?" Kata Uki.
"Mm.. Maaf ya, aku pasti ganti koq, nih dompetnya kemarin, KTM, STNK, masih ada di sana, duitnya masih kepake" Kata Rury dengan suara pelan, untung di warung itu lagi gak ada orang.
"Ya udah deh, gak apa-apa kalau memang kamu lagi butuh, dompetku udah balik juga udah syukur, tapi awas ya.. ganti tuh duitnya" Kata Uki.
"Ia pasti saya ganti koq" Jawab Rury.
"Ki, ini baru durian asli" Kata Zohir mengacungkan durian di tangan kanannya, hidungnya kembang kempis.
"Wah.. bisa dibelah nih" Kata Uki semangat.
"Kalau baru satu, pantang di belah Ki, ntar gak dapet lagi" Jawab Zohir.
"Gitu ya peraturannya?" Kata Uki.
"Ia, bener banget, oia.. bagaimana kabar Ibu kamu Ry? dengar-dengar udah keluar dari rumah sakit?" Kata Zohir.
"Udah lumayan, ia sekarang udah di rumah" Jawab Rury, Uki jadi mikir.. 
"Oh.. baguslah, berapa rokoknya?" Kata Zohir.
"Udah di bayar sama Uki tuh" Kata Rury, Zohir mengernyitkan kening.
"Kamu ada duit Ki?" 
"Oh.. ada sisa di celana dalam" Jawab Uki, nyengir, Rury tersenyum, Zohir ikutan nyengir.
keduanya kembali menuju pohon-pohon durian, berburu di sana, bertekad untuk tidak pulang sebelum karung mereka terisi penuh..

****

Saturday, September 22, 2012

Bias Cinta

Kejujuran itu terkadang menyakitkan, seperti simponi lagu-lagu sendu menjeritkan hati yang lara, seperti burung-burung pipit kehilangan ladang tempat ia bermukim, atau seperti senja kehilangan awan jingganya. 
Aku hanya bisa mengatakan bahwa aku jujur, tapi hati kecilku mengatakan tidak, terhadap apa yang ku ucapkan dan yang ku lakukan, hari ini aku mulai lelah..
Aku harus jujur bahwa Rasa lelahku telah lama ku pelihara, lelah dengan hari-hari monoton yang ku lalui, dengan tawa-tawa palsu, atau canda dengan istriku, aku bisa mengubah warna wajahku sesuai keadaan, seperti bunglon saat menemukan tempat dan warna baru yang ia sukai, berubah.. meski tidak bisa merubah hakikat diriku yang terasa semakin sepi, semakin kering, dan kreativitasku semakin membeku. entahlah..
Aku tidak sepenuhnya bisa terbuka dengan siapapun, ada sisi gelap dalam diriku yang hanya aku sendiri saja yang merasakannya, dan sekali lagi, meskipun aku sangat ingin jujur di sini, aku tak bisa, pada remang-remang cahaya malam aku mengadu, atau pada tirai-tirai kusam yang biasa ku jadikan sebagai alas di kala hujan, menampung genangan air yang masuk lewat bocor atap rumah kos-kosan tempat hidup kini.
Ceritaku tidak lagi terangkai, sambung menyambung yang akhirnya terhenti sebelum aku benar-benar ingin menghentikannya, rutinitas yang mulai kurasa menyenangkan hanyalah pengalihan dan kedok dari sifatku, menuntunku pada jurang kehancuran, menunggu sesuatu yang luar biasa mengunjungi hidupku, ah.. kurasa itu hanyalah mimpi bocah-bocah kecil.
dongeng-dongeng, film-film dan mimpi yang beberapa bulan ini seakan terus memaksaku untuk melakukan sesuatu, merangkai cerita fantasi luar biasa, tapi terkadang jauh di hati kecilku aku mulai berkata itu bodoh, dan aku meninggalkan semangatku di lorong waktu kemarin sore.
Di saat seperti ini, aku mengingatnya...
mengingat semua masa lalu, kenangan-kenangan usang yang mulai melepuh di memori otakku, kini berani muncul ke permukaan, kenangan tentang masa kecilku, tentang kematian adikku, dan wajah-wajah wanita yang pernang singgah dalam hidupku, entah apa yang terjadi selanjutnya, seandainya saja satu dari sekian banyak peristiwa itu memihak padaku, misalkan adikku tidak meninggal, atau aku bisa bersama dengan Sallymah wanita yang kucintai semenjak SMA.
itu hanya seandainya, karena aku tidak bisa pergi ke masa lalu untuk merubahnya, merubah sesuatu yang telah terjadi, adikku telah meninggal, dan Sallymah kini telah berkeluarga dengan orang lain, begitu juga dengan aku, kini ada istriku terbaring di sampingku, dan calon anakku telah bersemayam di rahimnya.
Aku bukannya tidak menghargai hidup, atau tidak mensyukuri apa yang telah aku dapatkan, justru aku sangat mensyukurinya, istri yang menerimaku apa adanya, hidup sederhana, dan limpahan rizki lainnya yang tidak mungkin bisa ku sebutkan satu persatu, tapi aku hanya tidak bisa menghilangkan rasa resahku, ada saja butiran debu yang mengganjal di hati ini, ya benar.. mungkin karena kuliahku yang tidak kunjung selesai, dan jalan masa depanku yang belum juga bisa ku bayangkan, suram, rabun, hanya bias-bias...

Sunday, September 16, 2012

Cerpen

Hari ini berjalan normal seperti biasanya, jalan-jalan masih penuh dari pagi hingga menjelang siang, debu-debu setia menemani pejalan kaki, perkuliahan di kampus juga sudah mulai berjalan, hanya suasana liburan masih membebani sebagian mahasiswa. dan itulah yang terjadi dengan Uki, mahasiswa bukan teladan di kampusnya, menghabiskan sisa pagi di warung pojok dekat perpustakaan, sebatang rokok filter, kopi setengah item, dan satu buah bakwan panas di hadapannya.
"Gak masuk kelas Ki?" Kata Dea, penghuni kelas sebelah.
"Ah... masuk juga paling cuma bagikan bahan" Jawab Uki, kembali asik dengan hidangannya. Dea geleng-geleng kepala sambil berjalan masuk ruangan perpustakan.
Beberapa hari ini Uki sering merasa Galau, di kampus gak betah, di kos apalagi, Zohir cuti kuliah gara-gara gak bisa daftar ulang, sebenarnya ketidak beradaan Zohir bisa menjadi keuntungan, bisa dekatin Susi cewek tercantik di kos dengan leluasa, bisa menjadi cowok terganteng di kos, karena tinggal dia sendiri cowoknya, tapi ternyata banyak gak enaknya juga.
sendirian diantara komunitas cewek, Uki menjadi seperti budak, di suruh sana sini, gak bisa protes, debat juga Uki jadi sering kalah, kalau ada Zohir biasanya Uki banyak ide untuk menyangkal semua aturan anak-anak cewek super manja di kost angkasa puri itu.
"Cepat benar udah pulang Ki" Kata Bella.
"Hm.." Jawab Uki langsung masuk kamar, Bella terbengong.
"Kenapa si Uki Bel?" Kata Susi
"Gak tahu tuh.." Kesambet kayanya" Jawab Bella, Susi terkekeh.
Tidak berapa lama kemudian Uki muncul dari kamar dengan Ransel abu-abunya, jamur dan sarang laba-laba juga ikut terbawa oleh tasnya. Susi dan Bella mengernyitkan kening.
"Balek kampung lagi Ki? bukannya baru tiga hari kamu di sini" Kata Susi.
"Ia, aku mau pulang kampung lagi, tapi ke kampungnya Zohir" Jawab Uki mantap.
"Memangnya kamu tahu di mana kampung Zohir?" Tanya Bella.
Uki terlihat mikir, "Ia - ia, kampung Zohir di mana ya?" Jawab Uki garuk-garuk kepala.
"Huh.. dasar, bagaimana mau kesana kalau gak tahu alamatnya" Kata Susi.
Uki berlari kecil ke kamarnya, keluar lagi beberapa detik kemudian.
"Ini nih, Zohir selalu bangga menuliskan nama kampungnya di setiap catatan kuliahnya" Kata Uki.
"Jadi kamu benar-benar nekat mau ke sana?" Kata Susi.
"Ia memangnya kenapa? kalian mau ikut gak? gitu-gitu juga Zohir itu teman baik kita, mungkin saja kedatangan kita bisa membantu" Kata Uki dengan gaya persahabatan.
"Lain kali aja deh, lagi sibuk ngospek nih" Jawab Bella. Susi terlihat mikir, jauh di dalam hatinya ingin juga dia ikut, tapi gak mungkin kalau pergi cuma berdua, apalagi kampung Zohir itu termasuk pedalaman, perlu setengah hari naik bus baru nyampai.
"Ya udah, aku sudah menduga, kesetiakawanan kalian itu perlu dipertanyakan" Kata Uki langsung menaikkan ranselnya, turun tangga tanpa menoleh lagi. Susi dan Bella saling pandang, keduanya mengernyitkan kening.
Perjalanan adalah yang paling menyenangkan bagi Uki, apalagi mengunjungi kampung teman yang sebelumnya tidak pernah dikunjungi, ada tantangan tersendiri untuk menemukan rumah Zohir, sekalian buat kejutan untuk temennya itu.
Dua kali Angkot sudah Uki naiki, kini ia terduduk di terminal batu layang, mencari Bus mana yang menuju arah Bengkayang, kalau sekedar kota Bengkayang sih Uki udah pernah sekali, tapi kalau perdalamannya, khususnya tempat tinggal Zohir, itu belum pernah, bayangkan aja sulit, soalnya kata Zohir kampungnya itu belum masuk listrik, jalan juga masih menggunakan jalan tikus, kesimpulan sementara Uki kampung Zohir itu masih primitif.
"Mau kemana De?" Kata seorang calo menghampiri Uki.
"Jalan sini doang bang, nunggu temen" Jawab Uki, si calo langsung pergi.
"Bengkayang-bengkayang-bengkayang, siap berangkat" Teriak seorang kenek, mobil itu berjalan perlahan, Uki langsung berlari, loncat ke pintu belakang.
Duduk tersandar di bangku bus bersama penumpang lain, sambil lirik sana lirik sini, berharap ada cewek cantik yang duduk sendirian, tapi hasilnya nihil, yang ada nenek-nenek dan tante-tente semua, akhirnya Uki memejamkan mata, berharap lagu-lagu yang di putar sang supir bisa membuainya ke dalam mimpi.
"Maaf Mas, sebelah sini kosongkan" Kata sebuah suara lembut mengagetkan Uki.
"Oia, kosong, silahkan" Jawab Uki langsung merapikan rambut kusutnya, matanya berkedip-kedip melihat ke samping kiri dan kanan, memastikan perjalanan Bus sudah sampai di mana.
"Dari mana Mau kemana de?" Kata Uki basa-basi.
"Mmm, dari Pasar tadi mas, sekrang mau pulang" Jawab gadis itu tersenyum imut.
"Oia, kenalkan saya Uki" Kata Uki langsung mengulurkan tangan, basa-basinya cuma dikit.
"Mmm.. saya Muliani, panggi Ani aja"
"Oo.. pasti bapak kamu suka makan pisang" Kata Uki.
"Ia bener banget, koq tahu?"
"Habisnya nama kamu mirip nama pisang, pisang Muli" Kata Uki terkekeh.
"Ugh.. bisa aja" Kata Ani menyikut Uki.
"Eh.. sebenarnya kamu mau kemana Ki?" Kata Ani.
"Itu dia masalahnya, Akupun gak tahu mau kemana nih" Jawab Uki, Ani mengernyitkan kening.
"Kalau bepergian gak ada tujuan, itu namanya orang stres" Kata Ani dengan nada jengkel, Uki malah ngikik.
"Aku sebenarnya mau mengunjungi seorang teman, tapi masih belum tahu pasti dimana alamatnya, nih tahu gak?" Kata Uki sambil menyerahkan lembar kertas berisi alamat Zohir.
"Ow... ini, tahu banget, kampung tetangga, gak sering-sering amat sih ke sana" Jawab Ani.
"Yang bener? beruntungnya Aku, Tuhan telah memberikan Bidadarinya untuk menolong" Kata Uki, Ani tersipu.
"Ugh... melebih-lebihkan" Kata Ani.
"Bagi orang sih melebih-lebihkan, tapi bagiku itu ketulusan" Kata Uki gombal.
Gak terasa empat jam sudah Uki berada di dalam Bus, rasa kantuknya benar-benar hilang setelah keberadaan Ani di sampingnya, ngobrol ngalor ngidul, selebihnya diem.
"Oia Ki aku turun di depan nih" Kata Ani.
"Lho, berati aku turun dimana?" Kata Uki.
"Terserah kamu, tapi alamat yang kamu tuju itu letak simpangnya di Desa Sebelah" Jawab Ani.
"Maksudnya?" Kata Uki.
"Akukan turun di sini, setelah ini ada hutan lagi, terus ada perkampungan, nah di sana kamu turun, terus tanya sama orang-orang yang ada di sana" Jawab Ani.
"Oke deh, makasih banyak ya, senang ketemu sama kamu, kapan ya kita bisa ketemu lagi" Kata Uki.
"Mmm.. nice to meet you" Jawab Ani, mobil berhenti, Ani turun setelah melambaikan tangan ke Uki.
"Semoga beruntung" Desirnya nyaris tidak terdengar oleh Uki.
Mobil kembali melaju, Uki menarik nafas, dan kembali tersandar di Jok mobil.
"Bang, saya turun di kampung depan ya" Teriak Uki.
"Ongkosnya" Kata Kenek mobil.
Uki meraba-raba saku celana, sejenak terdiam, kemudian reflek tangannya gusar, berdiri mengamati Jok mobil, beberapa kali meraba saku celananya..
"Kenapa? dompet kamu hilang?" Kata Kenek.
"Ia bang, cewek tadi..."
"Alah alesan, itu cara lama bagi penumpang yang gak mau bayar" Kata Kenek itu.
"Bener bang, dompet saya benar-benar hilang, tadi ada koq" Kata Uki.
"Gak mau tahu, pokoknya bayar" Kata Kenek.
Uki segera membuka Ranselnya, untung masih ada receh di sana, sisa-sisa uang jajan, "Ini uang terakhir saya bang" Kata Uki menyerahkan uang recehan, gak tahu cukup atau tidak.
Mobil berhenti, Uki turun dengan langkah lunglai. Wanita yang disangka Bidadari itu ternyata pencuri.
Uki duduk di sebuah warung, tenggorokannya udah kering, tapi duit tinggal satu lembar, itupun dua rebu perak.
"Bu, ada aqua gelas gak?" Kata Uki.
"Ada nih" Jawab si Ibu warung. Uki langsung membayar, berhenti sejenak.
"Pas ya" Kata si Ibu warung, Uki bengong.
"Oia Ibu tahu gak alamat rumah ini" Kata Uki menyodorkan alamat Zohir.
"Wah.. kelewat Mas, harusnya tadi berhenti di kampung sebelah, nah simpangnya di sana, terus jalan kaki masuk kedalam lagi" Kata Ibu warung.
"Waduh masa ia Bu, tadi di jalan ada yang bilang bahwa simpangnya di sini" Kata Uki.
"Berarti dia salah ngasih tahu itu Mas" Kata Ibu Warung.
Uki semakin Galau, Siaaaal banget, ini gara-gara cewek Pisang Itu, gerutu Uki dalam hati. Mana duit udah ludes, kena tipu lagi, benar-benar apes.
makanya Ki, kalau liat cewek cakep tu jangan langsung jelalatan, batinnya kembali bicara. "Ugh.." Hanya itu yang bisa Uki katakan, berbalik dari warung, kembali berjalan ke arah jalan aspal.
Beberapa kali ia menanyakan kepada orang yang lewat, jawabannya tetap sama, kampung yang di carinya sudah kelewat.
Satu-satunya kesempatan Uki sekarang adalah berdiri di tepi jalan, menyetop truk-truk, mobil pribadi, atau apa saja yang bisa memberikan tumpangan gratis.
setelah kurang lebih satu jam menunggu, akhirnya ada juga supir truk yang iba melihat Uki.
"Ayo naik bung" Kata Supir itu.
Uki langsung berbinar, naik di bak truk, di depan keliatannya udah penuh.
"Turun di kampung sebelah bang" Teriak Uki, sopir itu mengangguk lewat kaca sepion. Akhirnya Uki lega juga.
Beberapa menit kemudian mobil truk berhenti, Uki meloncat turun.
"Makasih banyak nih Bang" Kata Uki.
"Oke-oke" Jawab Supir Truk kembali melajukan mobilnya.
Uki celingak-celinguk, berharap ia bertemu dengan Muliani, Cewek yang mencuri dompet sekaligus menipunya tadi, dia tadi turun di kampung itu.
setelah bertanya kepada orang-orang yang ada di warung pinggir jalan, akhirnya Uki menemukan simpang jalan yang menuju ke perkampungan tempat Zohir berada, perlu memakan waktu satu jam lebih, kata orang-orang di sana.
Soal jalan kaki, kini bukan lagi masalah bagi Uki, yang penting ketemu dengan Zohir, dan cepat-cepat menjitak kepalanya.
Singkatnya, Uki melewati jalan setapak dan hutan yang lumayan masih menghijau, meski sebagiannya sudah mulai terjajah ladang Sawit, dia berjalan sendirian, ditemani kicau burung dan angin sepoi, ada ketenangan di sana, kalau saja tidak terganggu oleh bayangan wajah Muliani, si gadis cantik yang telah mencuri dompetnya.
"Ugh.. benar-benar apes hari ini, mengunjungi seorang teman juga ternyata harus dengan pengorbanan" Kata Uki bicara sendiri.
Satu jam perjalanan ternyata cukup melelahkan, beberapa kali Uki berhenti, duduk di jembatan kecil, menyaksikan sungai yang begitu jernih, ikan-ikan kecil di dasar sungai jelas terlihat.
Uki kembali berjalan, beberapa menit kemudian, sampailah ia di sebuah perkampungan yang lumayan cukup kumuh, anjing dan ayam berkeliaran bebas, bahkan ada babi-babi kecil juga terlihat mondar-mandir, Uki tersenyum sendiri 
"Eh.. bu...bu.. tunggu bentar" Kata Uki begitu ada seorang ibu-ibu setengah baya lewat.
"Ia, ada apa?" Jawab Ibu itu.
"Mm.. ibu tahu rumahnya Zohir gak?" Kata Uki.
"Oh.. Zohir, Tuh.. di sebrang jalan, yang atapnya daun, dindingnya papan warna kelabu" Jawab Ibu itu.
"Oke Makasih banyak Bu" Kata Uki..
"Ia sama-sama" Kata si Ibu itu tersenyum ramah.
Uki menarik nafas bahagia, akhirnya ketemu juga rumahnya Zohir, pikirnya.
Uki langsung berlari kecil, gak sabar melihat Expresi wajah terkejut Zohir, kedatangan Uki tanpa pemberitahuan, pasti deh tu Zohir berdecak kagum, pikir Uki.
"Assallamualaikum" Teriak Uki sekenceng-kencengnya.
"Walaikum salam" Teriak suara perempuan separuh baya, Uki udah menduga itu pasti suara Emaknya Zohir.
"Siapa ya?" Kata Emak Zohir keluar dari balik pintu.
"Mak, apa kabar, Zohirnya ada?" Kata Uki langsung nyerobot tangan Emak Zohir, salaman.
"Eh... Kamu Uki, temen satu Kosnya Zohir, ngapain sesat kemari" Kata Emak Zohir.
"Biasa Mak, jalan-jalan, Zohirnya Mana?" Kata Uki.
"Lho, tadi pagi Zohir ke Pontianak, katanya bosan berada di kampung" Jawab Emak Zohir membuat Lutut Uki langsung terasa lemes.
"Apa????Zohir ke Pontianak Mak" Kata Uki terduduk, bersandar di dinding rumah Zohir.
"Ia, Zohir udah berangkat tadi pagi-pagi, dia bilang kangen sama ceweknya di kos, Sus .. Susi. apa gitu. Lagian mau maen ke sini koq gak bilang-bilang, ya udah nih Emak telpon Zohir, nyuruh dia balik lagi" Kata Emak Zohir.
Uki udah kepalang lemas, Sial banget Lo Hir, teman udah jauh-jauh datang ke sini, eh.. lo nya malah pergi, sumpah sakit hati guw.. Gerutu Uki dalam hati.