Cinta datang dan pergi seperti biasanya, tanpa kenal waktu, juga tak kenal lelah. Seperti saat ini, cinta hadir bagaikan segelas air di tengah-tengah gurun, menyegarkan, membuat tenaga kembali hadir untuk menyusuri hidup, namun.. lagi-lagi tidak bertahan lama, dan kehausan kembali melanda.
"Sayap-sayap cinta yang patah" Kata seorang pujangga yang pernah ku baca dalam sebuah buku dengan judul yang sama, bagaimana sayap itu bisa patah, sedangkan menurutku sendiri, cinta terlahir justru tanpa sayap, cinta hanyalah ilusi, atau hantu yang kadang menjelma, juga kadang menghilang.
"Si Tami tadi ngapain ke sini?" Kata Maxsel mengagetkanku.
Aku tak segera menjawabnya, hanya nafas yang sengaja ku buat berat, dan menyeruput sisa kopi pagi ini.
"Minta putus" Jawabku akhirnya.
"Hahaha,, udah yang keberapa kalinya nih, cewek mutusin kamu" Kata Maxsel.
"Entahlah" Jawabku menaikan bahu kiri.
"Makanya Loun, jadi cowok itu perhatian dikit kenapa?" Kata Maxsel.
"Mau perhatian bagaimana lagi, kamu aja yang ngakunya cowok perhatian, sampai sekarang belum pernah punya cewek" Jawabku.
"Itu sih karena aku belum mau punya pacar" Jawab Maxsel ngeles.
"Huh,, gak yakin aku, setiap melihat cewek mata kamu seperti hendak keluar" Kataku, Maxsel terkekeh.
Obrolan kami terhenti begitu pintu kamar di ketuk, Maxsel langsung membukakan pintu.
"Loundi ada Max" Kata sebuah suara, dari nadanya aja aku sudah tahu siapa dia.
"Gak ada" Jawab Maxsel.
"Ada apa Sya?" Kataku muncul di belakang Maxsel.
"Huh,, Maxsel tukang boong" Kata Tisya, Maxsel nyengir kembali duduk di sudut kamar, aku keluar menemui Tisya.
"Kamu udah ngerjakan tugas Filsafat pendidikan belum?" Kata Tisya.
"Udah" Jawabku singkat.
"Wah,, minta filenya donk, aku gak bisa mikir nih" Kata Tisya.
"Tumben, biasanya kan aku yang minta contekan" Jawabku.
"Pokoknya kalau urusan filsafat aku pusing" Kata Tisya.
"Maaf Sya, aku gak punya filenya, soalnya ngetik di warnet, langsung prin, kalau prinannya sih ada" Jawabku.
"Ya udah deh, gak apa-apa" Kata Tisya.
"Bentar ya, ku ambilkan" Jawabku langsung masuk kamar, kembali lagi dalam beberapa detik.
"Jangan sampai ronyok ya?" Kataku.
"Tenang aja deh, besok pagi aku balikan ya" Kata Tisya.
"Ia deh, gak apa-apa, langsung kumpulkan juga boleh" Jawabku, Tisya tersenyum manis seperti biasanya, wajah imutnya benar-benar manis.
"Ok deh, aku pamit dulu ya" Kata Tisya membalikan badan.
"Mm.. tunggu Sya" Kataku, sedikit ragu.
"Ada apa Loun?" Jawab Tisya.
"Mm.. nanti malam, kamu ada acara gak?" Kataku memberanikan diri.
"Nanti malam ya, mm.. sepertinya cuma ngetik tugas ini, habis itu santai, memangnya kenapa?" Kata Tisya, kembali menghadap ke arahku.
"Kita jalan-jalan yu', sumpeg nih" Kataku.
"Ok,, jalan kemana?" Kata Tisya semangat, aku agak kaget.
"Kemana aja deh, ntar habis isya ku jemput ya?" Kataku, Tisya Mengangguk, sebelum akhirnya pamit pulang.
"Aku heran deh sama kamu Loun, baru aja diputusin beberapa jam, eh.. udah punya sasaran baru, gak ada sedih-sedihnya" Kata Maxsel begitu aku masuk kamar.
"Namanya juga hidup Max, kenapa juga harus menyedihkan sesuatu yang ingin pergi, biarkan saja" Jawabku.
"Memangnya perasaan kami sama si Tami tu bagaimana sih?" Kata Maxsel.
"Biasa aja, sayang sih, cinta sih, suka sih, tapi kalau dia memang bahagia putus denganku, kenapa harus dipertahankan" Jawabku.
"Huh.. dasar aneh" Kata Maxsel.
**
Malamnya, seperti janjiku, aku langsung cabut ke rumah Tisya, satu-satunya teman satu kelasku yang bukan anak kost, dia asli tinggal di kota, sedangkan teman yang lainnya anak-anak daerah, termasuk aku.
Tisya menyambutku dengan senyum termanisnya, baru kali ini aku malam-malam ke rumahnya, tanpa ada rencana sebelumnya, cuma rencana dadakan.
"Ugh.. lama, kirain gak jadi" Kata Tisya dengan suara manja.
"Kalau aku udah ngajak jalan, pasti jadi donk, cuma ada sedikit kesalahan teknis" Jawabku terkekeh.
"Yu, langsung pergi aja" Kata Tisya.
"Udah bilang sama orang tua kamu"
"Gak dibilangin juga mereka tahu koq, udah biasa" Jawab Tisya.
"Jangan gitu donk, biar aku saja yang ngomong ke mereka" kataku langsung masuk, celingak celinguk sendiri so akrab dengan suasana rumah.
"Udahlah Loun, langsung pergi aja" Kata Tisya menarik tanganku, tapi aku tetap masuk ke rumah.
Tisya akhirnya ngalah, dengan nafas beratnya ia membiarkanku, mungkin aneh, pikirnya.
"Assallamualaikum?" Kataku sambil jalan-jalan di rumah mewah itu, mencari seseorang yang bisa di ajak bicara.
"Walaikum salam" Jawab Sebuah suara terdengar berat, sosok pria setengah baya muncul, kumisnya panjang seperti kumis pak raden.
"Kamu siapa, ngapain di sini?" Kata bapak itu galak.
"Maaf Om, saya temennya Tisya, mau minta izin nih, ngajak Tisya Jalan-jalan" Kataku.
"Ya sudah, pergi saja, awas pulangnya jangan malam-malam" Kata Ayah Tisya.
"Makasih Om" Kataku, langsung berlari, Tisya terduduk di bawah lampu taman.
"Udah? apa kata papa?" Kata Tisya.
"Jangan pulang malam-malam" Jawabku,
"Itu aja?" Tanya Tisya seorang kurang yakin.
"Ia, itu saja" Jawabku.
Aku belum memiliki tujuan pasti kemana membawa Tisya, jadi hanya keliling, berlomba dengan pengendara-pengendara lainnya.
"Kita mau jalan ke mana sih?" Kata Tisya akhirnya.
"Maunya ke mana ya?" Jawabku balas bertanya.
"Ugh.. koq balas tanya, aku kan ngikut aja"
"Habisnya aku juga bingung mau jalan ke mana?" Jawabku.
"Ya udah ke korem aja" Kata Tisya.
"Ok deh" Jawabku.
Malam Jum'at, taman alun-alun kapuas tetap ramai, walau tidak seramai malam minggu, tapi tempat parkiran sudah hampir penuh, jadinya aku memarkirkan motor di pinggir jalan.
tanpa sungkan Tisya menggandeng tanganku, justru malah aku yang agak kikuk.
"Apa sih yang membuat kamu ngajakin aku jalan dadakan" Kata Tisya.
"Mm gak tahu juga ya, mungkin karena kamu juga dadakan datang ke kos tadi sore" Jawabku.
"Gak ada alasan lain?" Kata Tisya.
"Kayanya gak ada" Jawabku.
"Terus tujuan kamu ngajak aku jalan apa?"
"Gak tahu juga, karena aku lagi sumpeg aja, terus gak ada temen untuk di ajak jalan" Jawabku jujur.
"Lho, memangnya cewek kamu kemana?"
"Cewekku, siapa?" Jawabku.
"Huh.. memangnya kamu pikir aku gak tahu, kalau kamu pacaran sama Tami" Kata Tisya.
"Hehe, Tami toh, tadi siang dia datang ke kos, ngajakin putus" Jawabku.
"Putus? semudah itu?" Kata Tisya.
"Ya, orang mau putus, kenapa harus di persulit" Jawabku.
"Kamu itu aneh Laun, pacaran, tapi kaya gak punya perasaan sama sekali" Kata Tisya.
"Mungkin, tapi mau bagaimana lagi, seorang pacar yang baik, kan harus bisa membuat bahagia pasangannya, kalau putus adalah membahagiakan Tami, ya aku pasti rela" Jawabku.
"Kamu sedih gak putus sama Tami?" Kata Tisya.
"Sedih sih, BT juga ia, tapi malam inikan ada kamu, jadi sedihku hilang" Jawabku, Tisya sedikit kikuk.
"Jadi aku sebagai pelarian dan pelampiasan gitu ya?" Kata Tisya dengan nada menusuk.
"Ya enggaklah, kamukan temen baik aku di kelas maupun di luar, mungkin kita bisa berbagi" Jawabku.
"Tapi rasanya gak enak juga terus-terusan menjadi teman baik" Kata Tisya.
"Ya udah, kalau gak enak, bagaimana kalau jadi pacar aku aja" Jawabku.
"What?? pacar? memangnya perasaan kamu ke aku bagaimana? koq bisa mengatakan semudah itu?" Kata Tisya, suaranya meninggi.
"Ya, kalau gak mau juga gak apa-apa, jadi kita bisa tetam menjadi teman baik" Jawabku.
"Ini bukan masalah mau atau tidak mau Loun, tapi...
"Tapi apa...?
"Gak tau deh, kamu itu aneh" Jawab Tisya.
"Baru sadar ya kalau aku aneh" Kataku.
"Sadarnya sih dari dulu, tapi gak nyangka separah ini" Kata Tisya, aku terkekeh.
"Gak lucu tahu" Kata Tisya.
"Ok deh, aku serius nih,, aku udah lama suka sama kamu, sudah lama pula ku mencoba untuk memendam, karena aku tidak pernah memaksakan kehendakku kepada siapapun, lagian kita juga jarang punya waktu berdua seperti ini, jadi malam ini aku ingin mengatakannya, biar perasaanku lebih lega, urusan jawab ya atau tidak, itu hak kamu, dan aku tidak akan memaksa" Kataku.
Tisya terlihat mikir, "Tunggu kepastiannya besok" Jawab Tisya.
"Koq besok, ngapa gak malam ini aja?" Kataku.
"Aku harus bilang bagaimana? terima.. tapi ini terlalu mendadak, gak terima, tapi ... ah.. aku gak bisa jawab sekarang" Kata Tisya.
"Kalau kamu gak jawab sekarang, itu tandanya kamu menolak, aku gak apa-apa koq" Jawabku, Tisya terlihat semakin gelisah, dan aku menikmati itu.
"Ya udah deh, aku terima" Jawab Tisya pelan, aku langsung memeluknya.
"Terima kasih, mulai besok aku kan berusaha untuk berubah, dan membuatmu bahagia" Bisikku, Tisya balas memelukku lebih erat..
Malam itu adalah malam kami berdua...
Malam itu adalah malam kami berdua...
No comments:
Post a Comment